PRASAH : TRADISI SESERAHAN UNTUK PERNIKAHAN DI JEPARA

 


PRASAH : TRADISI SESERAHAN UNTUK PERNIKAHAN DI JEPARA


Oleh Pangestu Bhakti Widagdo 


Prasah adalah tradisi turun-temurun tepat-nya di Desa Sidigede salah satu desa yang unik di Kota Jepara. Prasah adalah sebuah tradisi dalam pernikahan berupa pemberian seekor kerbau jantan yang diberikan dari pihak pengantin pria kepada pihak pengantin wanita. Menurut warga setempat, kata Pra yang berarti sebelum dan Sah yang berarti diserahkan atau juga bisa diartikan sebelum diserahkan. Warga setempat menyebutnya tradisi Prasah, karena kata ini berasal dari bahasa Jawa Pasrah. Prasah kui tembung diserahno, disahno, utowo dipasrahno, kerono ilate wong jowo, ben penak unine dadi tembung prasah (prasah adalah kata yang diserahkan, disahkan,  atau dipasrahkan, karena supaya mudah dilafalkan, katanya berubah menjadi prasah), tutur Mbah Badi salah satu sesepuh di Desa Sidigede.

Tradisi Prasah ini merupakan tradisi yang sangat mahal karena tidak semua orang bisa melakukanya, hanya orang-orang tertentu saja yang mampu melestarikannya. Pada tradisi Prasah ini dari mempelai Putra harus memberikan seekor kerbau kepada mempelai Putri sebagai bentuk seserahan. Selain itu, kerbau yang dipilih tidak asal-asalan kerbau-nya harus jantan, gagah dan kelihatan berisi. Untuk harga kerbau sendiri saat ini bisa mencapai 40 - 60 juta rupiah. Harga kerbau minimal harus 40 juta itupun dapat yang paling murah, belum juga almari dan sebagainya. Untuk menjalankan tradisi Prasah ini harus mempersiapkan dengan matang terlebih dahulu. 

Prasah merupakan pemberian maskawin berupa seekor kerbau dari mempelai pria kepada mempelai wanita. Prasah hanya dilakukan oleh orang yang mampu. Maka dari itu, tidak akan ada beban bagi orang yang melakukan Prasah. Dalam pelaksanaanya, kegiatan yang dilakukan juga tidak ada yang bertentangan dengan syariat Islam. Jadi, tradisi Prasah hukumnya boleh-boleh saja dilakukan, sebab tidak bertentang dengan syariat Islam. Namun, apabila dalam praktek yang berlaku pada sebagian masyarakat, calon mempelai pria telah memberikan sejumlah pemberikan pada saat tunangan. Maka hal ini anggap sebagai kebiasaan baik yang sering disebut dengan tukon trisno atau tanda cinta calon suami kepada calon istrinya.

 Pada sehari sebelum acara, tradisi Prasah ini dibacakan doa-doa tersendiri agar kerbau tidak mengamuk dan acara prasah lancar. Untuk melakukan ritual pembacaan mantra, kerbau harus di ikat dulu pada tiang yang sangat kuat, setelah itu pawang atau dukun akan membacakan mantra khusus agar si kerbau hilang kendali dan mengamuk. Di satu sisi yang paling seru adalah membuat kerbau marah dan juga stres kalau kerbau nya semakin marah maka, akan semakin meriah juga prasah nya. Pada keesokan harinya kerbau siap untuk dicancang dan juga dipatok, kaki dan juga lehernya diberikan tali yang bercabang-cabang untuk pegangan. Proses Prasah ini tidak sembarang orang bisa melakukanya hanya orang-orang profesional dan berpengalaman, butuh 15 - 30 orang untuk berperan memegang tali. Orang-orang ini sering juga disebut Tukang Bracut oleh warga setempat. Masyarakat pun banyak yang ikut melempari kerbau dengan lumpur, menyalakan petasan hingga lokasi mempelai putri. 

Meskipun kerbau sudah diikat di beberapa sisi dan dipegang oleh beberapa warga tetap masih saja mengamuk. Banyak pagar rumah warga yang rusak akibat amukan kerbau dan banyak orang-orang yang cidera juga. Namun, setelah sampai di rumah mempelai putri, kerbau dibacakan mantra oleh pawang agar kerbau kembali tenang lagi. Biasanya, setelah acara prasah selesai pada sore hari ada penampilan aktraksi dari reog atau barongan. Banyak sekali warga desa yang menonton acara aktraksi reog tersebut ada yang memakan telur mentah, memakan ayam hidup-hidup, bahkan ada yang kesurupan dan dimasukkan ke dalam kotak kemudian ditusuk dengan pedang. Hal itupun menjadi keseruan sendiri bagi warga desa setempat. Tentunya, mereka mempunya ilmu sendiri untuk melakukan aktraksi reog.

Menurut saya pribadi, aktraksi reog tersebut memang tidak layak dipertontonkan apalagi kepada anak-anak, karena akan berdampak buruk dalam perekembangan mental dan karakter anak. Saya khawatir anak-anak akan meniru adegan tersebut dan berperilaku buruk terhadap hewan peliharaan khususnya terhadap ayam. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa mereka tidak kesakitan saat melakukan aktraksi? Entah itu saat proses maupun setelah pertunjukan selesai, mereka sama sekali tidak terluka sedikitpun. Perlu diketahui bukan hanya pemain saja yang kesurupan barangkali juga ada penonton yang ikut kesurupan. 

Pasalnya, para pemain maupun penonton yang melakukan aktraksi itu secara tidak sadar mereka akan melakukan hal-hal yang diluar nalar dan terbilang tidak lazim. Seperti memakan ayam hidup-hidup, memakan bara api yang masih panas, dan lain sebagainya. Bahkan, mereka juga akan kebal terhadap siksaan benda tajam. Setelah atraksi reog berakhir, biasanya para pemain atau penonton yang kesurupan akan disembuhkan oleh pawang atau panimbul, seorang tetua adat. Seiring berjalanya waktu , kini tradisi tersebut sudah jarang ditemukan karna merusak mental dan moral bangsa apalagi berkaitan dengan hal-hal magis.



Kataba

KATABA : Komunitas Pegiat Literasi Santri Ma'had Al-Jami'ah KATABA adalah komunitas pegiat literasi di lingkungan Ma'had Al-Jami'ah IAIN Salatiga yang lahir pada 16 Maret 2017. Komunitas ini terbentuk dari inisiatif seorang mahasiswa kelas khusus Internasional (KKI) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yaitu Muhammat Sabar Prihatin. Pengalaman dan prestasinya di dunia literasi yang membludak, mulai dari prestasi lokal hingga internasional, membuatnya tergugah untuk menyalurkan bakatnya. Setelah sekian kali mengikuti berbagai event literasi, akhirnya ia merasa terpanggil untuk menciptakan sebuah wadah yang menaungi kompetensi orang lain. Pada suatu event bernama Pelatihan Jurnalistik Santri Nusantara yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2017, ia merasa terinspirasi untuk menyalurkan bakatnya dengan cara memberi jalan terang bagi mereka yang ingin menemukan potensi diri. Diciptakanlah sebuah komunitas literasi bernama KATABA.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama