KETIDAKADILAN

 

 KETIDAKADILAN

Oleh : Surya Rahmadani



Di sebuah kota kecil bernama Harapan, kehidupan masyarakat terombang-ambing oleh ketidak pastian ketidakadilan hukum yang telah ditetapkan. Setiap hari, mereka menyaksikan bagaimana hukum sering kali berpihak pada yang kuat dan menindas mengabaikan kaum yang lemah. Di tengah hiruk-pikuk itu, seorang pemuda bernama Arif bertekad untuk mengubah keadaan.

Suatu sore, Arif duduk di warung kopi sambil mendengarkan berita di televisi. Seorang pengusaha kaya, yang sering di sapa pak danu, baru saja dibebaskan dari tuduhan korupsi yang jelas-jelas terbukti.  Hal "ini tidak adil!" geram Arif kepada teman-temannya yang sedang duduk di sekitarnya, jelas karena ini telah melanggar asas ketidakadilan yang ada dinegara ini.

"Memang sudah biasa, Arif. Uang bisa membeli segalanya," jawab Rina, seorang mahasiswa yang juga aktif dalam organisasi aktivis kemanusiaan.

"Kalau kita tidak berbuat apa-apa, kapan ini akan berubah?" tanya Arif penuh semangat.

"Jangan berharap banyak. Kita hanya rakyat kecil," sahut Dika, temannya yang pesimis. Hahah lucu juga.

Arif tidak menyerah. Ia memutuskan untuk menemui Kepala Desa, Pak Joko, yang dikenal sangat peduli pada masyarakat.

"Pak Joko, saya ingin berbicara tentang ketidakadilan hukum di kota ini," ucap Arif saat memasuki kantor desa.

Pak Joko menatapnya serius. "Apa yang ingin kamu sampaikan, Arif?"

"Saya merasa hukum tidak berpihak pada rakyat kecil yang selau ditindas tanpa adanya kejelasan. Kita perlu melakukan sesuatu."

"Apa yang bisa kita lakukan? Kita bukan siapa-siapa," balas Pak Joko dengan nada pesimis.

"Kita bisa mengadakan forum diskusi untuk menyuarakan suara masyarakat! Kita harus berani melawan ketidakadilan walau langit akan runtuh!" seru Arif penuh semangat.

Setelah berbincang dengan Pak Joko, Arif mulai merencanakan forum diskusi. Ia mengundang warga untuk berkumpul di balai desa. Hari yang ditunggu pun tiba. Warga berkumpul dengan penuh harapan permasalahan ini bisa diselesaikan.

"Selamat datang semua! Hari ini kita akan membahas bagaimana hukum seharusnya melindungi kita semua," kata Arif membuka acara.

 

Di tengah diskusi, seorang ibu bernama Bu Siti berdiri dan berkata, "Anak saya ditangkap hanya karena mencuri makanan untuk adik-adiknya. Tapi Bapak danu bebas begitu saja."

"Ini adalah contoh nyata ketidakadilan!" seru Arif. "Kita harus bersatu dan memperjuangkan hak kita!"

Warga mulai bersemangat dan berdiskusi tentang langkah-langkah yang bisa diambil untuk memperbaiki keadaan. Mereka sepakat untuk membuat petisi dan mengajukan tuntutan kepada pemerintah setempat.

Namun, tidak semua pihak senang dengan gerakan ini. Beberapa orang dekat Bapak danu mulai mengancam Arif dan teman-temannya agar menghentikan usaha mereka. Suatu malam, saat Arif pulang dari pertemuan, ia dihadang oleh sekelompok orang tak dikenal.

"Berhenti berurusan dengan hal-hal yang tidak seharusnya kamu urus!" ancam salah satu dari mereka.

Arif merasa ketakutan tetapi tetap tegar. "Saya akan terus berjuang untuk keadilan!"

Setelah beberapa bulan perjuangan, petisi mereka berhasil menarik perhatian media dan pemerintah pusat. Akhirnya, kasus-kasus ketidakadilan mulai diperhatikan dan diselidiki lebih lanjut.

Arif menjadi simbol harapan bagi banyak orang di Harapan. Masyarakat mulai percaya bahwa suara mereka bisa membawa perubahan.


Salatiga, 19 Maret 2025

Amanat

Cerita ini mengajarkan kita bahwa meskipun kita mungkin merasa kecil dan tak berdaya dalam menghadapi ketidakadilan, keberanian untuk bersuara dan bersatu dapat membawa perubahan yang signifikan. Ketidakadilan hukum bukanlah hal yang harus diterima begitu saja; setiap individu memiliki peran dalam memperjuangkan keadilan bagi semua.

Kataba

KATABA : Komunitas Pegiat Literasi Santri Ma'had Al-Jami'ah KATABA adalah komunitas pegiat literasi di lingkungan Ma'had Al-Jami'ah IAIN Salatiga yang lahir pada 16 Maret 2017. Komunitas ini terbentuk dari inisiatif seorang mahasiswa kelas khusus Internasional (KKI) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yaitu Muhammat Sabar Prihatin. Pengalaman dan prestasinya di dunia literasi yang membludak, mulai dari prestasi lokal hingga internasional, membuatnya tergugah untuk menyalurkan bakatnya. Setelah sekian kali mengikuti berbagai event literasi, akhirnya ia merasa terpanggil untuk menciptakan sebuah wadah yang menaungi kompetensi orang lain. Pada suatu event bernama Pelatihan Jurnalistik Santri Nusantara yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2017, ia merasa terinspirasi untuk menyalurkan bakatnya dengan cara memberi jalan terang bagi mereka yang ingin menemukan potensi diri. Diciptakanlah sebuah komunitas literasi bernama KATABA.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama