1000 SHALAT BADAR UNTUK TARA
Oleh : Restu Fajar Apriliant Efendy
dung-dung tak dung tak suara pukulan meja kayu berdendang. Biasalah kebahagiaan para santri ketika selesai mengaji. Namun, malam ini suasana di kamarku terasa lebih ramai dari biasanya. Kami pulang lebih awal, kata Rois kamar Pak Kyai harus berangkat ke luar kota untuk suatu urusan.
Setelah muraja’ah hafalan Al-Qur'an dan aku hendak tidur, Tara sahabat sekamarku menghampiri sambil tersenyum dan membawa sebuah kantong plastik berwarna hitam. Dia kemudian bertanya
"San...Ihsan, besok kamu mau gak anter aku pulang ke rumah?"
"emang mau ngapain kamu pulang? bukannya sebulan yang lalu kamu sudah pulang kan?" aku bertanya balik.
"Ini lho...aku mau ngasih hadiah buat Ibuku" ucap Tara.
Akhir-akhir ini aku memang sering melihat tara menghitung uang receh tabungannya sambil melantunkan shalawat badar. Ternyata, setelah dia memintaku untuk mengantar dia pulang baru aku mengetahuainya, bahwa dia menabung selama ini untuk membelikan ibunya hadiah.
"memangnya kamu mau ngasih hadiah apa ke ibumu?" Ucapku.
Sambil mengeluarkan isi kantong plastik itu Tara menjawab "aku mau ngasih mukena baru ini untuk Ibu".
Tidak ingin mengecewakan Tara akupun mengiyakan permintaannya untuk mengantarnya pulang besok pagi."Terimakasih ya San, kamu mau nganter aku pulang besok tenang aja ongkos aku yang bayar. Hehehe.."ucap Tara.
Setelah percakapan itu kamipun segera tidur karna malam sudah larut.
Esoknya, aku bersiap mengantar Tara. Sengaja aku bangun lebih pagi dari biasanya, biar Tara tak menungguku lama. Tara sendiri sudah bersiap siap sejak sehabis solat subuh. Tara berdiri tegak disamping lemari pakaianku memegang erat kantong plastik berwarna hitam,pakaiannya rapi,rambut kalis,senyum manis.
San, tumben udah mandi, pagi-pagi ucap Jojo teman sekamarnya. Tak heran kata itu Jojo ucapkan, biasanya Ihsan sering bangun lebih siang karena sehabis subuh tarik selimut.
iyalah aku mau jalan-jalan jawab Ihsan dengan gaya yang sok gantengnya. Kebetulan hari itu hari Minggu dan para santri diperbolehkan keluar untuk sekedar jala-jalan di sekitar lingkungan pondok.
Tak lama setelah itu, Tara datang dengan wajah yang sumringa karena sudah dapat izin dari pengurus pondok.
"pagi yang indah san! Matahari bersinar! Burung berkicau kicau! Ayo berangkat! let's go!". Tak pernah aku melihat sahabatku Tara seriang ini.
Kamipun pergi berjalan kaki ke terminal dan menaiki angkot dengan kode 03, Tara duduk di sampingku sambil memegang erat hadiah untuk Ibunya. Setelah angkot terisi penuh supirpun naik ke atas singgasananya dan membawa penumpangnya dengan diiringi lagu-lagu 90- an di speaker lama dekat kursi belakang. Aku bukanlah orang yang sering melakukan perjalanan dengan angkutan umum, hal ini membuatku sedikit merasakan pusing dan mual, ditambah bau minyak angin ibu-ibu di sebelahku membuat sarapanku pagi ini hampir meloncat keluar, tetapi melihat senyum Tara semua ketidaknyamananku seakan terhapus.
Masih pagi, tetapi jalanan telah ramai, klakson bertalu-talu, salak-menyalak, gertak menggertak. Kliningan sepeda berdering-dering, mobil dahulu mendahului, angkot salip menyalip, becak kocar-kacir, anak-anak sekolah berjalan dan berlari-lari, sendiri-sendiri, berdua, berombongan.
Di tengah pagi yang ramai itu kudengar suara Tara bersenandung lirih melantunkan shalawat badar, (Sholatullah salamullah ala toha rosulillah solatullah salamullah ala yasin habibillah). Suaranya yang lembut membuat kuingin mengambil bantal dan kembali tidur. Karena penasaran akupun bertanya kepada Tara mengapa ia sangat senang membaca solawat badar.
"Ra,kamu kenapa sih seneng banget baca shalawat badar?".
Kemudian Tara menjawab "kalau kamu mau tau kenapa aku suka baca shalawat badar itu karna ibuku selalu baca shalawat itu waktu aku masih kecil sampai sekarang kalau aku kangen sama ibuku aku pasti baca solawat itu" jawab Tara.
Tara pun kemudian melanjutkan ceritanya bahwa ia kehilangan ayahnya waktu kelas empat SD, dari situ keluarga Tara melanjutkan hidup dengan susah payah, keadaan bertambah susah karena ibu Tara mengidap penyakit asma yang kerap kambuh.
"Hari ini adalah hari ulang tahun Ibuku San. Mukena ini aku persembahkan untuk Ibundaku, aku kasihan melihat ia sholat memakai mukena putih tua yang sudah berwarna kekuningan"ucap Tara yang matanya mulai berkaca-kaca. Rupanya Tara menyimpan kasih sayang yang besar kepada Ibunya.
Cerita Tara membuat aku mengantuk dan perlahan tidak bisa membedakan mana suara sholawat dan mana suara angkot. Aku terlelap dan kemudian sesaat kemudian melihat ratusan orang sedang membaca shalawat badar, wajah orang orang itu putih bersih dan semuanya memakai pakaian serba putih.Aku melihat Tara ada di antara orang orang itu sambil menggandeng seorang perempuan yang memakai mukena lusuh berwarna kekuning-kuningan. Tara melambai kepadaku sambil memegang kantong plastik berwarna hitam yang aku kira adalah hadiah mukena baru untuk Ibunya.
Tara tersenyum manis tetapi sesaat kemudian aku terbangun karna suara yang begitu keras sampai membuat telingaku sakit. Kemudian aku melihat sekeliling tak ada yang bisa kulihat, kepalaku pusing namun kupaksa untuk mengangkat kepalaku. Saat pandanganku mulai kembali normal, aku melihat wajah Tara yang sudah berlumur darah, suara tangisan terdengar di sekelilingku. Rupanya angkot yang kami tumpangi mengalami kecelakaan. Kulihat angkot kami sudah remuk tak karuan, aku sendiri merasakan ada sesuatu mengalir dari telingaku kemudian setelah aku pegang ternyata darah mengalir dari sana.
Kebetulan tempat kejadian perkara itu hampir sampai ke rumah Tara. Kami berdua memaksakan berjalan dengan darah yang masih berlumuran. Ketika hampir sampai ke rumah, aku berfikir jika kita pulang dengan masih berlumuran dengan darah, Ibunya Tara pasti Shock.
Tara, mending kita cuci darah yang nempel di badan kita ini, biar Ibumu tidak Shock”
bener juga ya, ayo kita cari masjid saja sekitar sini jawab Tara.
Sesampainya di rumah Tara, kepalaku makin terasa berat dan akupun kembali merasa pusing, Shalatullah salamullah ala toha rosulillah, itulah yang terngiang di kepalaku saat itu. Kemudian, akupun bermimpi Tara memeluk ibunya yang kini telah memakai mukena yang putih bersinar, sambil berjalan mereka berdua membaca shalawat badar bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar