BUMI MAHAD SALATIGA

 

BUMI M'AHAD SALATIGA

Ibnu Sailendra N.




Ohh pesatren ku. Langit malam yang indah, berhiaskan sinar rembulan terselubung awan mendung, hadir membawa kesunyian yang sejuk di jagat pesantren. Terlihat di pojok ruang sempit nan tinggi, sang kutu kitab sedang menjalankan aksinya, menguliti setiap lembar kitab yang ia usap.

Tak terhitung, sudah berapa kali lembar kitab Qirotil Uyun, kitab Tasrif, maupun Taklim Mutalim ia bolak-balik sampai terlihat kusut. Namun tetap saja, dalam otaknya serupa kuburan mati. Seakan menutup pintu rapat-rapat, tak menghiraukan tamu yang datang.

“Tuhaaaannnn, bisakah Engkau turunkan ilmu laduni kepada hamba-Mu ini?” celetuk kata hati Ilham dengan perasaan putus asa. Dan semakin lama dirasakan, perasaan getir itu hampir meneteskan air mata berharganya ke bumi.

Ilham menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia menatap lembaran kitab yang berserakan di sekelilingnya, seolah-olah kitab-kitab itu menertawakan ketidakmampuannya. Dalam hati, ia berjanji untuk tidak menyerah. Ia tahu, di balik setiap kesulitan pasti ada jalan keluar, dan di balik setiap usaha pasti ada hasil yang menanti.

Dengan tekad yang membara, Ilham kembali membuka kitab yang ada di hadapannya. Ia mulai membaca dengan suara pelan, seolah-olah mengajak setiap kata untuk hidup dan bersemayam dalam pikirannya. Ia membayangkan setiap huruf yang ia baca sebagai cahaya yang menerangi kegelapan hatinya.

“Ya Allah, berikanlah aku petunjuk,” bisiknya lirih. “Bimbinglah aku agar bisa memahami ilmu-Mu.”

Seiring waktu berlalu, Ilham merasakan ada sesuatu yang berbeda. Seakan ada aliran energi yang mengalir dalam dirinya, membangkitkan semangat yang sempat padam. Ia mulai mengingat kembali pelajaran-pelajaran yang pernah ia terima, menghubungkannya dengan apa yang ia baca. Perlahan, satu per satu, pemahaman itu mulai terbangun.

Malam semakin larut, namun Ilham tak merasa lelah. Ia terus menggali, terus berusaha. Dalam hatinya, ia berdoa agar setiap usaha yang ia lakukan tidak sia-sia. Ia ingin menjadi pribadi yang bermanfaat, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang di sekitarnya.

 

Ketika fajar mulai menyingsing, Ilham menutup kitabnya dengan rasa syukur. Ia merasa seolah-olah telah menemukan kembali jati dirinya. Meskipun perjalanan masih panjang, ia yakin bahwa setiap langkah yang diambil dengan niat yang tulus akan membawanya menuju cahaya yang lebih terang.

“Pesantren ini bukan hanya tempat belajar, tetapi juga tempat untuk menemukan diri,” gumamnya, sambil menatap langit yang mulai cerah. “Aku akan terus berjuang, demi ilmu dan demi-Mu, ya Allah.”

Dengan semangat baru, Ilham bersiap untuk menghadapi hari yang baru, penuh harapan dan keyakinan. Pesantren ini, dengan segala kesunyian dan keindahannya, akan selalu menjadi saksi perjalanan hidupnya.

 

Kataba

KATABA : Komunitas Pegiat Literasi Santri Ma'had Al-Jami'ah KATABA adalah komunitas pegiat literasi di lingkungan Ma'had Al-Jami'ah IAIN Salatiga yang lahir pada 16 Maret 2017. Komunitas ini terbentuk dari inisiatif seorang mahasiswa kelas khusus Internasional (KKI) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yaitu Muhammat Sabar Prihatin. Pengalaman dan prestasinya di dunia literasi yang membludak, mulai dari prestasi lokal hingga internasional, membuatnya tergugah untuk menyalurkan bakatnya. Setelah sekian kali mengikuti berbagai event literasi, akhirnya ia merasa terpanggil untuk menciptakan sebuah wadah yang menaungi kompetensi orang lain. Pada suatu event bernama Pelatihan Jurnalistik Santri Nusantara yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2017, ia merasa terinspirasi untuk menyalurkan bakatnya dengan cara memberi jalan terang bagi mereka yang ingin menemukan potensi diri. Diciptakanlah sebuah komunitas literasi bernama KATABA.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama