Sebutir Tasbih


 Sebutir Tasbih

( Ikfin haula hakika )

Suasana bulan Ramadhan menentramkan hati para insan yang telah menunggunya, dimana seluruh umat Islam menyambutnya dengan penuh sukacita, hal itu pun di rasakan oleh Aqil, seorang pemuda yang baru boyong dari pesantren An nuronniyyah dengan ridho dan doa sang kyai.

Adzan isya' telah dikumandangkan dengan merdunya di masjid Baitul makmur, para warga sekitar segera keluar dari rumahnya dan pergi ke masjid untuk sholat isya' dan tarawih secara berjamaah. Acara sholat berjamaah itu pun berlangsung sangat khusyuk dari awal sampai selesai.

setelah itu, Aqil tidak langsung pulang kerumah seperti warga yang lain, karena ia telah dimintai kyai masjid untuk tadarusan ba'da tarawih, dan di saat ia tengah menata meja di serambi masjid, kakinya tak sengaja menginjak sebuah tasbih kayu, tanpa pikir panjang ia segera memungut tasbih itu.

"tasbih siapa ini?" tanyanya dalam hati sembari membolak-balikan benda tersebut.

Aqil pun menemukan sebuah nama dengan huruf arab di bandul tasbih itu, ia mengamati tulisan itu sampai bibirnya bergumam    "Fina cholisantunnisa"

Aira sedang membuat cemilan untuk suami dan putri semata wayangnya di dapur, di tengah keasikannya suara lantunan ayat suci Alquran masuk kedalam telinganya dengan lembut hingga membuatnya heboh sendiri, saking hebohnya Aira sampai memanggil putrinya.

perempuan berwajah bening dengan balutan mukena putih menghentikan bacaan Alquran nya dan keluar dari kamar menuju dapur.

"ada apa umi?" tanyanya halus.

"Fina, coba denger tuh, bacaannya bagus banget.., merdu pula" cetus Aira dengan antusias.

Fina yang baru tersadar akan lantunan Darus di masjid semerdu ini, senyuman manisnya pun terukir di wajahnya tanpa sepengetahuannya, dengan langkah cepat ia kembali ke kamarnya tanpa memperdulikan sang umi, Fina kembali membuka mushafnya dan mulai menyimak lantunan merdu itu, keesokan harinya Fina tersadar kalau tasbih kesayangannya tidak ada, dengan cemas ia mencari kesana-kemari namun belum juga ketemu, Fina lalu menanyakannya kepada Aira yang tengah menyapu.

"umi lihat tasbih Fina?" "enggak, paling jatuh saat tarawih di masjid kemarin" "umi tahu?"

"kan umi cuman nebak sayang.."

Aqil yang tengah wudhu mendengar dirinya di panggil oleh pak Saman selaku pengurus masjid, ia pun segera menyelesaikan wudhunya dan menghampiri pak Saman, ia sedikit terkejut karena pak Saman bersama seorang perempuan.

"ada apa ya pak?" tanya Aqil sembari membenarkan kopyah putihnya.

Pak Saman mempersilahkan Fina untuk menjelaskan kedatangannya.

kedua insan itu saling melihat satu sama lain, hingga kedua matanya bertemu secara tidak sengaja, Aqil dengan cepat menundukkan wajahnya, hati mereka berdetak kencang.

"A-afwan kang, lihat tasbih Fina nggak"

tanpa berkata apapun Aqil langsung menyerahkan tasbih yang di temunya itu kepada Fina dan pergi begitu saja, namun langkahnya terhenti saat perempuan itu memanggilnya.

"sukron ya kang, Fina pamit dulu, Assalamualaikum"

Fina berlari pergi meninggalkan Aqil yang masih terdiam di tempat, perlahan senyumannya merekah indah di wajahnya, hingga tanpa sadar ia bergumam.  "lucu banget"

sudah hampir dua Minggu pikiran Aqil di hantui  bayang-bayang Fina, dan entah sudah beribu-ribu kali ia meminta kepada Allah untuk berhenti memikirkannya, namun masih saja terbayang wajah Fina. karena hal itu sangat mengganggunya, akhirnya Aqil menanyakan tentang fina kepada pak Saman.

"kok tiba-tiba antum tanya soal Fina?" tanya pak Saman yang heran dengan sikap aneh Aqil.

"a-anu kok pak, cuma tanya aja"   "ohh... gitu.." ada jeda "Fina itu anak satu-satunya kyai zildan, ia sangat di sukai banyak orang, udah cantik, lembut juga orangnya, tapi dia sudah di jodohkan oleh orang tuanya"

"siapa pak?" "kalau itu saya kurang tahu" "gitu ya pak"

Malam ini Aqil tidak pulang kerumah, entah mengapa hatinya terasa sakit akan hal yang di sampaikan pak Saman tadi, ia termenung sendiri setelah tadarusan sampai tengah malam tanpa berpindah tempat sedikitpun, bibirnya terus berdzikir kepada Allah, namun hatinya masih saja terasa sakit, sampai akhirnya ia mengadu kepada sang pencipta.

"Ya Allah, engkau yang mengetahui segalanya, dan engkau pula yang memberi perasaan ku kepada ciptaan mu, namun aku hanya diam karena ku takut perasaan ku padanya akan mengganggu kedekatanku padamu ya Allah"

"Dan kini engkau telah memperlihatkan kepada ku sebuah hal yang dapat menjauhkan ku kepadanya, namun mengapa hati ini masih tidak dapat mengikhlaskan akan hal itu ya Allah"

"Ya Allah, segala perasaan ini aku serahkan kepadamu, karena aku belum bisa memutuskan akan hal yang tidak ku ketahui"

"Andaikan engkau perkenankan diriku denganya, maka aku mohon agar untuk sementara ini, berikan hamba kekuatan untuk melupakannya"

bulan ramadhan telah usai, Aqil mendapat beasiswa untuk kuliah, dan ia juga di tawari oleh temanya pak maman untuk berjualan sempol di dekat masjid yang tidak jauh dari kampus, lalu ia pun menyetujui dan memutuskan untuk tinggal di masjid selama kuliah.

Enam tahun telah berlalu, Aqil pun berhasil menyelesaikan kuliahnya, dan usaha sempolanya berkembang sangat pesat dan mendapat banyak apresiasi oleh warga setempat, karena di setiap hari Jum'at, Aqil menyiapkan beberapa kotak nasi untuk para anak yatim piatu. dan karena usahanya telah berkembang, ia pun sudah tidak berjualan sempolan di dekat masjid lagi, melainkan ia sudah memiliki kios sendiri yang cukup besar dengan dua pegawai,  malam ini ia sujud sangat lama di atas sajadahnya, mensyukuri begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan. Setelah  acara wisuda selesai Aqil berbincang dengan ibunya di kios sempolanya, mereka berbicara banyak hal, namun wajah Aqil berubah saat sang ibu mengatakan bahwa ustad dari pondok an nuronniyyah.

"Ada urusan apa emang Bu?" tanya Aqil. "katanya pak kyai ingin bertemu dengan mu"

deg.........deg....

Aqil terkejut dengan penuturan ibunya, mengapa kyai ingin bertemu dengan dirinya, kepalanya di penuhi dengan tanda tanya, dan ia hanya bisa menunggu besok saat sowan ke dalem.

keesokan harinya Aqil langsung berangkat ke pondok untuk sowan ke ndalem, namun sebelum ia menanyakan maksudnya datang kesini, sang kyai sudah mendahuluinya.

"Aqil..., kamu sudah melakukan yang terbaik setelah dari keluar dari pesantren ini, kamu juga mengamalkan ilmu yang kamu peroleh, dan dirimu telah membuatku bangga"

Aqil masih menundukkan kepalanya dan mendengarkan dengan baik-baik perkataan sang kyai.

"Kemarin, temanku datang dan memintaku memilihkan imam untuk putrinya, dan aku memilihmu, karena aku yakin kalau kamu telah siap" ada jeda "apakah kamu bersedia".

"InsyaAllah yai" Ahad pagi ibu, Aqil dan pak yai mendatangi rumah temanya pak yai, betapa terkejutnya ketika melihat si pemilik rumah adalah kyai zildan dan umi Aira begitupun dengan Fina yang terkejut atas kehadiran Aqil, muka mereka berdua memerah seketika dan sukses membuat semua orang yang berada di sana kebingungan.

"kenapa Fina?" tanya Aira

namun Fina hanya diam dan menunduk begitu pula dengan Aqil, hati mereka merasa bahagia, ini seperti mimpi yang menjadi nyata ."Afwan, ini kang Aqil kan?, yang tadarusan di bulan puasa kemarin? preertanyaan Fina hampir membuat Aqil jatuh pingsan, tanganya tergenggam kuat, ia tak tau harus berbuat apa kali ini.

"kalian udah saling kenal?" tanya aira. "cuman kenal kok" jawab Aqil dan Fina serempak. seketika mereka menunduk malu, wajahnya pun mulai memerah. sedangkan zildan,Aira,ibu Aqil, dan pak kyai hanya dapat menahan tawanya. suasana hening sejenak sampai pak yai mulai angkat bicara. "jadi kapan akan dimulai" "secepatnya aja pak yai" sahut ibu. "gimana kalau besok" zildan ikut menimpali. seketika semua mengangguk kecuali Aqil dan Fina yang masih gugup akan keadaan "gimana Fina, Aqil?" tanya pak yai. mereka berdua hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. tepat jam sepuluh pagi, semua tamu undangan berkumpul di masjid, dan acara akad nikah pun dimulai, tidak banyak yang diundang hanya tamu-tamu penting saja, acara pun berjalan lancar dari awal hingga akhir.

purnama terlihat terang menyinari teras kamar sepasang pengantin baru tersebut, Aqil dan Fina menikmati indahnya malam tersebut setelah sholat sunah dua raka'at, terlihat mesra di dalam takdir Allah. "mas, Fina kok kayak mimpi ya.." "kamu emang bermimpi sayang, dan mimpi itu jadi kenyataan atas ridhoNya" "mas dulu kalau berdoa pernah menyertakan Fina?"

"sering, karena rasa yang di berikan olehNya aku kembalikan kepadanya, agar di tunjukan ke jalan yang diridhoi Nya" ada jeda "dan jawaban itu telah jelas sekarang, dirimu lah yang di takdirkan untuk ku, Fina qolisatunnisa" "fina sayang mas aqil" ucap fina sedikit lirih namun masih dapat di dengar oleh suaminya.

pa, kamu bilang apa tadi?"

"nggak kok, mungkin perasaan mas aja" elak Fina dengan wajah memerah sempurna. lalu perempuan itu masuk kedalam kamar dengan langkah cepat.

"loh mau kemana?"   Aqil tersenyum-senyum sendiri melihat tingkah istrinya itu."memang lucu banget"     

Tamat.

EMAIL : ikfinhaula@gmail.com

N0 WA : 081904758103


Kataba

KATABA : Komunitas Pegiat Literasi Santri Ma'had Al-Jami'ah KATABA adalah komunitas pegiat literasi di lingkungan Ma'had Al-Jami'ah IAIN Salatiga yang lahir pada 16 Maret 2017. Komunitas ini terbentuk dari inisiatif seorang mahasiswa kelas khusus Internasional (KKI) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yaitu Muhammat Sabar Prihatin. Pengalaman dan prestasinya di dunia literasi yang membludak, mulai dari prestasi lokal hingga internasional, membuatnya tergugah untuk menyalurkan bakatnya. Setelah sekian kali mengikuti berbagai event literasi, akhirnya ia merasa terpanggil untuk menciptakan sebuah wadah yang menaungi kompetensi orang lain. Pada suatu event bernama Pelatihan Jurnalistik Santri Nusantara yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2017, ia merasa terinspirasi untuk menyalurkan bakatnya dengan cara memberi jalan terang bagi mereka yang ingin menemukan potensi diri. Diciptakanlah sebuah komunitas literasi bernama KATABA.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama