I don’t Understand but I Love You
Karya: Fajar Maulana
"Felix... Kau baik-baik saja?"
"Ya... Aku baik-baik saja."
Karina memperhatikan Felix yang bersandar di tembok UKS sambil menunduk, menunggu Karina yang tengah menyiapkan peralatan P3K. Gadis itu menatap miris Felix yang tampak sendu sejak kedatangan Della tadi.
"Aku akan menemui Della dan menjelaskan jika yang dia katakan tidak benar,"
Suara dingin Karina membuat Felix spontan mendongak.
"Tidak, biarkan saja dia."
Karina memejamkan matanya, menghela nafas, lalu beralih menatap Felix.
"Tapi,"
"Aku tahu Della seperti apa, dia tidak berniat seperti itu," lanjut Felix kembali menunduk.
Karina menatapnya kecewa, kemudian tersenyum pahit, dan menunduk tanpa Felix sadari.
"Felix," suara rendah Karina membuat Felix mendongak menatapnya, sedangkan ia sendiri masih menunduk.
"Kau... apa Kau... masih mencintai Della?"
Felix terdiam mendengar pertanyaan itu. Pria itu sudah lama merelakan perasaannya yang telah dihianati oleh Della. Tapi bukan berarti semua perasaan itu langsung hilang begitu saja. Jujur saja, posisi seperti ini sulit untuk dideskripsikan.
Masih ada sedikit kenangan tertinggal tiap ia berpapasan dengan Della. Meskipun ia sudah berusaha keras melupakannya, perasaan itu tentu masih ada barang sedikit. Meski tidak lagi permanen dengan ukuran yang sama.
Felix tidak menjawab pertanyaan Karina, karena perasaannya untuk Della memang masih ada, tapi perasaan itu tidak lagi hidup. Menurut Felix itu situasi yang sulit untuk dijelaskan pada Karina, jadi ia lebih memilih diam daripada salah bicara. Tanpa menyadari jika diamnya melukai perasaan Karina. Karina sakit dengan diamnya Felix, tapi Felix tidak sadar dengan itu.
Hampir seperempat jam Felix melamun memikirkan situasi antara ia dan Karina, juga perasaannya. Karina menggerakkan tangannya untuk menepuk pelan bahu Felix, berniat menyadarkannya dari lamunan agar ia dapat segera mengobati lukanya.
Tapi Felix secara reflek menjauh karena terkejut, dan itu kembali melukai hati Karina.
Gadis itu kembali tersenyum pahit, kecewa karena perbedaan sikap Felix setelah bertemu Della.
Sejak awal Karina tidak pernah memaksakan perasaan Felix untuknya. Mereka memang sudah lama dekat, mungkin sejak pertama masuk kuliah, hingga kini berada di semester keempat. Felix memperlakukannya begitu baik, kata yang ia lontarkan juga selalu manis.
Baik, tampan, dan pintar. Bagaimana Karina tidak menyukainya?
Sialnya, setelah perasaan Karina mulai tumbuh dan tumbuh, Felix justru berkencan dengan Della yang adalah sahabatnya sendiri.
Kecewa? Tentu.
Sejak itu Karina berhenti berharap, apalagi ia tahu jika selera Felix adalah tipe primadona kampus yang cantik dan tinggi bak model. Mereka juga mulai jarang bertukar kabar apalagi bertemu.
Hingga suatu hari Della memutuskan Felix tanpa alasan yang masuk akal. Seolah perasaan Felix tidak berarti dan malah mengencani pria lain yang satu jurusan dengannya. Felix tentu saja kacau, dan nalurinya membawanya untuk kembali mencari. Hingga ia menemukan fakta jika Karina adalah obat dari rasa sakit, kecewa, dan kesepiannya.
Felix lah yang akhirnya bersikukuh untuk menjalin hubungan dengannya. Perasaan Felix masih belum pasti, tapi setelah ia dan Della berakhir, hanya sosok Karina yang bisa menenangkannya. Karina sebenarnya sempat tidak yakin. Tapi melihat bagaimana sikap Felix, akhirnya ia menerimanya. Berfikir mungkin suatu saat nanti Felix dapat benar benar melupakan Della dan membalas perasaannya.
Tapi sepertinya sampai saat inipun itu mustahil, pikir Karina.
Setelah dua bulan mereka menjalin hubungan, apakah salah jika Karina kecewa dengan Felix yang masih memikirkan Della?
Terkadang Karina berfikir, selama ini apakah Felix hanya menganggapnya pelampiasan? Pelarian? Tidakkah perasaan itu tumbuh? Entahlah, Karina tidak tahu karena Felix tidak pernah mengatakannya.
Di sisi lain, Felix yang melihat keterdiaman Karina sedikit tersadar, dapat dilihatnya tatapan kecewa yang begitu kentara dari Karina.
Pria itu mencoba menatap tepat ke arah bola mata Karina sambil tersenyum tipis, tapi gadis itu justru memutus kontak mata dengannya.
Karina tersenyum kecil, kemudian berbalik membelakangi Felix, menutup dan meletakkan kembali kotak P3K yang semula ia siapkan untuk mengobati luka bogem di pipi dan baretan aspal di lengan Felix.
Saat itulah Felix sadar, sikapnya kembali melukai perasaan Karina yang begitu tulus. Felix menyesal, sungguh. Ia berani sumpah tidak berniat seperti itu. Tapi ia tetap hanya pria labil yang tidak pintar mengungkapkan perasaan dan rasa bersalahnya dengan kata kata. Berakhir dengan ia yang diam dengan tatapan bersalah.
"Akan kupanggilkan petugas UKS," ucap Karina lirih.
Kalimat itu mengejutkan Felix. Biasanya gadis ini akan membantunya mengobati luka ditubuhnya, juga mengomelinya setiap ia mencoba menggerakkan tubuhnya yang terluka dengan ceroboh. Tapi kali ini Karina bahkan tidak menatapnya.
"Aku akan menunggu di luar, panggil aku jika sudah selesai, setelah itu kita makan siang," lanjut Karina yang kemudian melangkah pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban. Bahkan tanpa memandang Felix sedikitpun.
"Bodoh... Aku melukainya lagi," batin Felix yang hanya bisa menatap Karina menghilang dari balik pintu.
Beberapa saat kemudian petugas dating untuk mengobati lukanya, lalu memasang perban. Selama pengobatannya, Felix memikirkan kalimat yang sekiranya paling tepat untuk memberi penjelasan pada Karina. Keluar dari ruang kesehatan, ia menemukan Karina sedang melamun di depan pintu.
"Karina, ini tidak seperti yang kau pikirkan, aku..." belum sempat Felix menyelesaikan kalimatnya, Karina sudah berjalan terlebih dahulu.
"Kita harus memesan menu sekarang atau kita tidak akan makan siang," sahut Karina yang berjalan tanpa menoleh sedikitpun.
Sampai di kantin kampus pun Karina tidak menatapnya atau mengajaknya bicara sama sekali, hanya menunggu tanpa menghiraukan Felix.
Membuat Felix semakin merasa bersalah atas sikapnya.
"Karina!"
"Ah, pesananku lama sekali," sahut Karina mengalihkan pembicaraan.
Felix semakin menatapnya sendu. Karina selalu mengalihkan pembicaraan setiap ia ingin menjelaskan.
Sampai sepuluh menit, pesanan mereka belum juga datang. Felix bertekad ingin menjelaskan semuanya sebelum kesalah pahaman semakin besar. Tapi Karina justru memanggil Varo dan Arka untuk bergabung di meja mereka. Membuat Felix membuang nafas kasar.
"Karina, kumohon dengar,"
"Arka, tolong temani Felix. Aku ada urusan keluar sebentar," ucap Karina pelan, tapi masih terdengar di telinga kekasihnya.
Felix menatap tak percaya ke arah Karina. Tapi gadis itu justru langsung melengos pergi, membawa tas selempang yang semula ia letakkan di atas meja. Pergi tanpa ingin mendengar apapun.
Arka menatap ke arah Felix yang kini menunduk menatap hidangan dihadapannya. Pria itu lalu melirik Varo, dibalas endikan bahu oleh sahabatnya.
"Felix? Kau baik baik saja?" tanya Varo.
Pria itu menerka-nerka apa yang terjadi antara Felix dan Karina, mereka tampak baik baik saja sebelum hari ini, sebelum Felix tidak sengaja bertemu Della.
"Apa karena Della? Atau pukulan Yovan terlalu sakit?" lanjutnya mencoba menenangkan.
"Karina tidak mau mendengar penjelasanku,"
lirih Felix kembali menghela nafas.
"Penjelasan tentang apa?"
Ia akhirnya menceritakan situasi hubungannya dengan Karina, juga peristiwa tadi. Membuat Arka dan Varo sedikit dapat menangkap masalah yang tengah terjadi antara keduanya.
"Kau masih menyukai Della?" tanya Arka.
Felix tampak berfikir, ia terdiam cukup lama, kemudian menggeleng kuat. Ya, ia sudah bertekad untuk menghilangkan perasaannya pada gadis itu.
"Jadi, kau mencintai Karina?"
Felix mengangguk, tentu saja, jika ia tidak mencintai Karina bagaimana mungkin ia akan sefrustasi ini? Bagaimana mungkin ia merasa setakut ini?
Ia takut Karina akan lelah dengan sikap dan ketidak pekaanya, lalu meninggalkannya.
...
Sudah seminggu sejak Karina meninggalkannya di kantin. Sejak saat itu pula Karina sama sekali tidak memberi kabar. Tidak dapat dihubungi apalagi ditemui. Bahkan di kampus pun ia tidak pernah terlihat.
Kini Felix hanya duduk diam di ruang tamu sambil memerhatikan ponsel di tangannya. Tak menghiraukan laptop yang terbuka juga kertas HVS yang bercecer di hadapannya.
Banyak sekali pesan yang ia kirimkan pada kekasihnya itu.
Tapi tidak ada balasan atau kabar apapun dari Karina, dan itu membuatnya gusar. Ia takut hal buruk terjadi pada gadis nya.
"Kemana lagi aku harus mencarimu?"
Pria itu menatap lamat lamat foto Karina di layar ponselnya. Bingung harus mencarinya kemana lagi. Ia sudah menanyakan keberadaannya pada teman teman sejurusannya, mendatangi tempat tinggalnya juga orang orang terdekatnya. Tapi sampai saat ini tidak ada yang mau membantunya.
"Bagaimana? Belum ada kabar?" tanya Arka yang memang tinggal seapartemen dengannya.
Felix hanya menggeleng, rasanya ingin pasrah saja.
Disusul Alvaro yang merapikan kertas berserakan di meja, lalu duduk di samping Felix.
Baru saja Felix ingin meletakkan ponselnya, sebuah notifikasi yang baru saja muncul mengalihkan atensinya. Terkejut melihat nama pengirim pesan. Tapi ekspresinya justru berubah muram setelah membaca pesan itu. Dengan lemas Felix menjatuhkan ponselnya begitu saja, lalu menyandarkan tubuhnya di sofa dan mengacak rambutnya frustasi.
"Ada apa? Karina menghubungimu?" tanya Arka khawatir.
Bukannya menjawab, Felix justru menunjuk ponselnya, meminta mereka untuk melihatnya sendiri. Varo hanya menurut, kemudian mengambil ponsel yang semula terjatuh itu.
Ia membulatkan mata tidak percaya setelah melihat apa yang tertera pada layar ponsel Felix.
From: My Evil Princesss👑😈
Felix, kita akhiri saja hubungan ini.
Arka menatap prihatin ke arah Felix, menepuk nepuk pelan pundak pria yang tampak semakin kacau itu. Mata pria itu tampak memerah, tentu saja, hatinya sakit.
Sedangkan Varo yang juga baru saja mengecek ponselnya lebih terkejut lagi. Dengan hati hati ia mencoba memberitahu kedua temannya.
"Felix, maafkan aku, sebenarnya Andara memintaku untuk tidak mengatakannya padamu, tapi kau harus tahu Karina mengambil penerbangan ke Singapura pagi tadi," ucap Varo.
"Kau bercanda??!" balas Felix menatapnya tajam.
Varo menggeleng tegas. Ia memang sering membuat guyonan tidak bermutu, tapi kali ini ia tidak bercanda.
"Dia mengambil program pertukaran pelajar, Andara yang bilang," lanjut Varo.Ia menunjukkan baris chat Andara yang baru saja muncul dua menit yang lalu di ponselnya. Lengkap dengan foto Karina saat mempersiapkan berkas dan juga fotonya di bandara.
Felix seperti jatuh tersungkur. Tubuhnya lemas. Tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia terlambat, sangat.
Felix bersandar pada bantalan sofa, menutup matanya dengan satu lengan. Perlahan isakan kecil terdengar dari sela bibirnya. Hatinya teramat sakit hingga tidak tahan untuk tidak menangis.
Sampai....
"Felix,"
"Felix..."
"HOE FELIX!!" seru Alvaro membuat Felix terlonjak bangun.
"Astaga, kau tidur seperti orang mati," ucap Alvaro menggeplak kepala Felix dengan gulungan koran.
"Huh? Tidur?" desis Felix tidak mengerti.
Pria itu menoleh ke sekitar. Sadar jika kini ia ada di kelas sedangkan mahasiswa lain sedang antri melewati pintu. Bukankah ia tadi berada di apartement dan sedang menangis karena kekasihnya pergi ke Singapura? Apakah yang tadi hanya mimpi?
"Ayo pulang! Kau masih ingin tidur? Pacarmu pasti sudah mengomel di parkiran sejak tadi," oceh Arka langsung menyadarkan Felix dari lamunannya.
"Pacar? Maksudmu Karina?" tanya Felix antusias.
"Tentu saja, memangnya siapa lagi?" balas Alvaro.
Tanpa basa-basi Felix langsung saja melesat ke parkiran. Meninggalkan dua temannya yang keheranan dengan tingkah lakunya.
Senyum Felix terukir ketika dilihatnya sosok Karina berdiri di samping motornya dengan wajah kesal yang menggemaskan. Apalagi dengan kedua tangannya yang dilipat di depan dada. Membuat Felix spontan tertawa saat menghampirinya.
Ah, syukurlah yang tadi hanya mimpi.
"Kau pikir berapa lama aku menunggu?" oceh Karina sambil menatap kesal ke arah Felix.
"Astaga, ini bukan mimpi?" sahut Felix masih dengan senyum bahagianya.
"Kau pasti habis tertidur di kelas lagi?"
"Hm, aku bahkan sampai bermimpi kau memutuskanku dan pergi meninggalkanku ke Singapura," balas Felix singkat.
"Dasar orang gila," cibir Karina yang sudah tidak heran dengan kebiasaan Felix yang sering tidur di sembang tempat.
Felix tertawa pelan, ia bahagia, sungguh. Memiliki Karina adalah hal yang paling ia syukuri selama ini. Dan Tuhan masih berbaik hati memberinya kesempatan untuk bersama Karina hingga saat ini.
-The End-