Oleh: Juwita Dwi Hasanah
Awan hitam menggantung di langit kota, menjadi tanda bahwa hujan akan turun. Jam di dinding sudah menunjukkan waktu pukul 23.00 namun tidak membuat seorang pria itu berhenti berkutat dengan pekerjaannya, yakni mengautopsi para korban tindak criminal. “Dok, boleh saya mengajukan pertanyaan?” perkataan tersebut memecahkan keheningan yang terjadi diantara dokter forensic dan asistennya. “silahkan” jawabnya “dari sekian banyaknya spesialis, kenapa dokter pilih forensic?” ucap asisten tersebut, ingin tahu. “hm, karena mayat tidak dapat mengeluhkan bagaimana terlukanya ia seperti manusia yang masih hidup, singkatnya tidak semerepotkan merawat pasien-pasien biasa di rumah sakit” dokter forensic tersebut menjawabnya sambil memeriksa organ dalam tubuh mayat yang sedang diobservasi olehnya, ia adalah Aaron. Setelah percakapan tersebut, Kemala selaku asisten Aaron yang telah menyelesaikan tugasnya pamit undur diri untuk pulang duluan.
Jakarta, kota yang tidak pernah terlepas dari padatnya lalu lintas dan hiruk pikuk kehidupan menjadikan banyak kasus-kasus criminal yang beragam, salah satunya akibat ketimpangan sosial. Bau anyir darah serta busuk menusuk indera penciuman siapa saja yang melewati jalan buntu itu, namun banyak dari mereka acuh tak acuh serta mengira bau itu hanyalah bau kucing ataupun tikus yang mati kelaparan. Seorang Wanita yang baru pulang dari tugas dinas nya di bogor dikejutkan dengan darah di teras rumahnya entah darimana asalnya, karena penasaran Perempuan tersebut mengikuti asal darah itu mengalir. Tepat di sudut gang buntu depan kontrakan kosong ibu Ela tergeletak tas besar dengan resleting sedikit terbuka, amat terlihat mencurigakan. Banyak spekulasi muncul dalam kepalanya ia hanya berharap dalam tas itu bukan... harapannya terpatahkan dengan terlihatnya ruas jari dari sela-sela tas. “Aaaakkk!” Ia memekik, tak ada seorangpun yang berlalu-lalang disekitarnya, mengingat sudah pukul dua dini hari. Dengan tangan gemetar Perempuan tersebut berusaha menghubungi pihak kepolisian. Selang sepuluh menit, kepolisian terdekat datang menghampiri Perempuan tersebut, Anara Namanya. Ia terduduk lemas di depan rumahnya. "Permisi mbak, apakah benar anda yang memberi laporan atas tas mencurigakan?" Seorang polisi berbadan gempal menghampiri, "iya pak, saya yang melaporkan, disana barangnya" Anara mendongakan kepalanya, bangun dari duduknya dan menunjuk tepat ke arah sudut gang buntu itu. Polisi dengan name tag gunawan itu mendekati tas besar tersebut bersama dua polisi lainnya. Mereka mulai mengidentifikasi, dengan sapu tangan karet salah satu polisi memberanikan diri membuka tas besar berbau busuk tersebut, semua tercengang dengan isi dari tas besar itu. Sesosok mayat diperkirakan wanita tanpa identitas dengan wajah yang rusak serta bagian tubuh terdapat banyak memar. Polisi tersebut segera menghubungi tim forensik dan detektif. Garis polisi mengelilingi gang buntu sebagai TKP, akibat sirene polisi orang² sekitar ikut terbangun dan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi, flash kamera dari tim forensik sibuk mendokumentasikan TKP, dua detektif mengedarkan pandangannya mencari cctv sebagai petunjuk kasus ini "kau menemukannya?" Ucap salah satu detektif yang tidak dapat melihat satupun cctv, mengingat lokasi tersebut bukanlah kawasan elit. "Ayo, kita tanyakan kesaksian pelapor saja" kemudian dua detektif tersebut mulai menginterogasi dan terus mencatat pernyataan Anara, selaku pelapor dari kejadian tersebut.
Pukul 9 pagi, tas tersebut dibawa oleh tim forensik untuk dilakukan autopsi. Wajah mayat tersebut sudah tidak dapat teridentifikasi akibat reaksi dari cairan hcl yang terkena kulit. Akhirnya Aaron, selaku dokter forensik yang bertanggung jawab atas autopsi mayat wanita itu memutuskan untuk melakukan identifikasi primer melalui sidik jari, rekam gigi, dan DNA. Bagian paling mudah untuk identifikasi DNA yaitu bercak darah. Penyelidikan masih terus berlanjut, beberapa hari setelahnya identitas mayat tersebut diketahui bernama Lysandra Aleta kelahiran 20 April tahun 2000. Informasi tersebut langsung diberikan kepada kepolisian untuk menindaklanjuti kasus tas berisi mayat itu. keluarga, kerabat, teman-teman, serta sanak saudara korban terus memberikan kesaksiannya dan hasilnya selalu nihil tidak ada petunjuk tentang apa yang terjadi pada korban tersebut. Mendapat informasi bahwa tidak ada petunjuk yang jelas akan pelaku dari korban, Aaron memutuskan untuk mencoba Autopsi ulang, menganalisis setiap memar dan luka dari tubuh korban, tepat di bagian kepala, punggung dan tulang ekor terdapat trauma akibat benda tumpul, serta ditemukannya janin yang telah mati dalam Rahim Wanita tersebut. Tidak sampai disitu, Aaron dikejutkan dengan hal yang tidak ia sangka dapat menjadi kunci dari kasus ini. Tepat di sela lidah korban ditemukan dua helai rambut yang panjangnya sekitar 8 centimeter. Dengan tergesa ia menghubungi asistennya "Kemala, saya menemukan sesuatu. Tolong kemari dan bawa bukti ini untuk uji tes DNA" tidak lama setelahnya Kemala sebagai asisten pun datang dan segera menyerahkan bukti tersebut kepada anggota lab.
Lima hari kemudian hasil DNA atas rambut yang ditemukan pun keluar, segera Aaron menghubungi detektif yang bertanggung jawab atas kasus ini. Mendengar laporan yang diberikan Aaron, Seno sebagai penanggung jawab kasus tas miseries tersebut segera mengerahkan tim nya untuk menangkap pelaku pembunuhannya. Jalan Wijayakusuma 8, Alamat dari pelaku yang telah teridentifikasi, tim Seno berpatroli memantau situasi sekitar tempat tersangka. Terlihat seorang pria dengan hoodie hitam kebesarannya berjalan gontai menenteng plastik hitam. Melihat eksistensi tersangka Aaron memerintahkan tim nya untuk menyergapnya, dengan hitungan cepat salah satu anggota tim memiting leher tersangka, mendapat serangan tiba-tiba, orang yang diduga tersangka tersebut hampir tersungkur, ia segera memberontak dan berusaha membalas serangan tersebut, namun terlambat "saudara Kenandra, anda ditangkap sebagai tersangka dari pembunuhan saudari Lysandra Aleta" seno datang menunjukkan surat perintah penangkapan, memborgol tangan tersangka dan membawanya ke kantor kepolisian untuk dilakukan investigasi. Anggota tim lainnya menggeledah tempat tinggal kenandra, mencari barang bukti kuat, yakni senjata yang digunakan pelaku untu membunuh korban. Selama proses wawancara berlangsung, selama 20 menit tidak ada satupun jawaban yang dikemukakan tersangka, bahkan setelah Seno menunjukkan semua bukti-bukti yang mengarah kepada Kenandra, sang tersangka. "Kau benar-benar tidak ingin mengakui perbuatan kejammu tuan kenandra? Sekali lagi saya tanyakan. Apakah anda benar membunuh saudari Lysandra? Dan motif apa yang membuat anda melakukan perbuatan tersebut?" Seno bertanya yang kesekian kalinya, yang ia dapat hanya keterdiaman kenandra. Merasa frustasi Seno keluar dari ruang penyelidikan. Kemudian salah satu anggota tim penyelidikan melaporkan bahwa senjata tumpul yang digunakan untuk membunuh korban adalah stik golf, karena terdapat bercak darah kering yang merupakan darah korban. Seno masuk Kembali ke dalam ruang penyelidikan dengan membawa dua teh hangat dan menyodorkan satu gelasnya ke hadapan Kenandra. Hening menyelimuti keduanya. "Apa yang anda lakukan terhadap almarhumah Lysandra?" Seno mencoba bertanya kembali. Kenandra hanya meringis dan tertawa ringan "sudah susah-susah menghilangkan bukti ternyata aku tetap tertangkap, sial!" Mendengar perkataan seperti itu seno menjadi yakin 100 persen bahwa memang kenandra lah pelakunya. "lalu apa yang anda lakukan terhadap dirinya?" Seno kembali menginterogasi "dia yang mulai duluan sialan! Kami telah menjalin hubungan kasih selama 3 tahun, dengan tulus aku mencintainya tapi yang ku dapat dari ketulusanku padanya melainkan sebuah penghianatan besar! Dia berselingkuh hingga hamil, jalang itu pantas mati." Perlahan, kenandra mulai menceritakan apa yang terjadi diantara dirinya dan korban. "Lalu?" Seno menunggu pernyataan kenandra dengan baik "yaah, kami bertengkar hebat di apartemenku--" "dan kau memukul bagian kepala, punggung, serta tulang ekornya dengan tongkat golf mu?" Seno menyela pernyataan kenandra yang dijawab dengan senyum miringnya “ kau benar-benar seorang detektif hebat” kenandra memilih memuji disaat dirinya kalut dalam perasaannya sendiri. Entahlah dia menyesal karena perbuatannya tau tidak, tidak ada seorangpun yang mengetahuinnya. Akhirnya Seno mengakhiri sesi investigasi wawancara dan segera mengirim semua bukti-bukti kasusnya untuk ditindak lanjut di pengadilan. Keputusan pengadilan pun telah jatuh dengan hukuman penjara seumur hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar