Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Umat: Tantangan,Realitas, dan Solusi"

 

Fathur Radensyah Alghifari

Kemandirian ekonomi merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan kesejahteraan suatu bangsa. Di Indonesia, kondisi ekonomi umat masih jauh dari kata mandiri. Berbagai indikator menunjukkan bahwa umat menghadapi tantangan besar dalam membangun kemandirian ekonomi, baik dari segi ketimpangan kepemilikan sumber daya, dominasi asing dalam sektor strategis, maupun lemahnya daya saing usaha kecil dan mikro. Ketergantungan terhadap impor serta keterbatasan akses terhadap modal dan teknologi juga memperburuk situasi ini. Selain faktor ekonomi, tantangan dalam bidang pendidikan dan penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi turut memperparah ketertinggalan umat. Pendidikan yang kurang adaptif terhadap perkembangan zaman, dikotomi ilmu agama dan ilmu umum, serta rendahnya investasi dalam penelitian dan inovasi menjadi faktor penghambat kemajuan ekonomi umat. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk memperkuat perekonomian umat agar mampu bersaing dan berdikari di tengah era globalisasi.( Musta’in, Muhammad Mudjib, et al. 2022)

Secara umum, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi hambatan dalam mewujudkan kemandirian ekonomi umat di Indonesia.

1.    Tingginya Angka Kemiskinan

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi umat adalah tingginya angka kemiskinan. Berdasarkan standar Organisasi Buruh Internasional (ILO), seseorang dikategorikan miskin jika memiliki penghasilan di bawah 2 dolar per hari. Dengan standar ini, lebih dari 100 juta penduduk Indonesia masih berada dalam kategori miskin. Kemiskinan yang melanda umat ini menyebabkan rendahnya daya beli dan sulitnya akses terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, yang pada akhirnya memperburuk ketertinggalan ekonomi.

2.    Dominasi Asing dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun ironisnya sebagian besar aset strategis dikuasai oleh pihak asing. Misalnya, sektor minyak dan gas bumi sekitar 87 persen dikuasai oleh perusahaan asing, sementara hasil tambang seperti emas dan batu bara juga lebih banyak diekspor daripada dimanfaatkan untuk kepentingan dalam negeri. Ketergantungan terhadap investasi asing ini membuat ekonomi umat sulit berkembang secara mandiri karena keuntungan lebih banyak mengalir keluar negeri dibandingkan mensejahterakan masyarakat lokal.

3.    Ketergantungan terhadap Impor Pangan

Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris justru memiliki ketergantungan tinggi terhadap impor pangan. Beras, kedelai, gula, dan berbagai komoditas pangan lainnya masih diimpor dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan domestik. Ketergantungan ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dan ketahanan pangan umat belum mandiri.

4.    Dominasi Non-Umat  dalam Sektor Produksi

Sebagian besar produk kebutuhan pokok seperti sabun, sampo, susu, pasta gigi, hingga makanan dan minuman dikuasai oleh perusahaan non-umat. Hal ini menunjukkan bahwa umat masih menjadi konsumen daripada produsen, sehingga keuntungan ekonomi lebih banyak dinikmati oleh pihak lain. Lemahnya industri umat menyebabkan rendahnya daya saing dan sulitnya membangun ekonomi berbasis umat yang kuat.

5.    Lemahnya Sektor Keuangan Syariah

Sektor perbankan syariah yang seharusnya menjadi pilar utama ekonomi umat masih memiliki pangsa pasar yang sangat kecil, yakni sekitar 3 persen dibandingkan dengan perbankan konvensional. Selain itu, sekitar 67 persen aset perbankan konvensional dikuasai oleh asing. Ketimpangan ini membuat akses modal bagi umat menjadi terbatas dan menghambat pertumbuhan ekonomi syariah.

Selain faktor ekonomi, tantangan besar lainnya adalah dalam bidang pendidikan dan penguasaan ilmu pengetahuan serta teknologi.

1.    Kesenjangan dalam Pendidikan

Sistem pendidikan Islam di Indonesia masih mengalami berbagai kendala, terutama dalam kualitas dan kurikulum yang belum optimal. Pendidikan Islam masih cenderung berfokus pada aspek keagamaan tanpa mengintegrasikan sains dan teknologi secara maksimal. Selain itu, rendahnya kualitas tenaga pengajar dan kurangnya fasilitas pendidikan menjadi hambatan utama dalam mencetak SDM yang kompetitif di era globalisasi.

2.    Minimnya Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Di era digital dan Revolusi Industri 4.0, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci utama dalam meningkatkan daya saing ekonomi. Sayangnya, umat masih tertinggal dalam aspek ini. Penelitian dan inovasi masih minim, dan budaya membaca serta meneliti belum menjadi prioritas dalam sistem pendidikan umat. Padahal, Islam sendiri sangat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan, sebagaimana perintah “Iqra” (bacalah) dalam Al-Qur’an.

Untuk mencapai kemandirian ekonomi, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai sektor.

1.    Penguatan Sektor Usaha Kecil dan Mikro

Salah satu cara efektif untuk meningkatkan kemandirian ekonomi umat adalah dengan memperkuat sektor usaha kecil dan mikro. Pemerintah dan lembaga keuangan syariah harus memberikan dukungan yang lebih besar dalam bentuk modal, pelatihan, dan pendampingan bagi para pelaku usaha.

2.    Penguatan Ekonomi Syariah

Perbankan syariah harus diperkuat agar dapat memainkan peran yang lebih besar dalam mendukung ekonomi umat. Selain itu, perlu ada regulasi yang mendukung perkembangan ekonomi berbasis syariah agar lebih kompetitif dan mampu bersaing dengan sistem konvensional.

3.    Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Pendidikan Islam harus berorientasi pada keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Integrasi pendidikan berbasis sains dan teknologi dalam sistem pendidikan Islam akan menciptakan SDM yang lebih unggul dan siap bersaing dalam dunia kerja.

4.    Kemandirian Pangan dan Industri alisasi Umat

Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap impor dengan memperkuat sektor pertanian dan pangan. Selain itu, umat harus didorong untuk lebih banyak terlibat dalam sektor industri agar tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga produsen.

Kesimpulan

Kemandirian ekonomi umat di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari kemiskinan, ketergantungan pada impor, hingga rendahnya penguasaan teknologi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi yang komprehensif, termasuk penguatan sektor usaha kecil dan mikro, peningkatan kualitas pendidikan, serta pengembangan ekonomi berbasis syariah. Dengan langkah-langkah yang tepat, umat dapat lebih mandiri dan berdaya dalam menghadapi persaingan ekonomi global. ( Musta’in, M. M., Muafiqie, M. S. D. H., Karman, M. S. A., & Kalsum, M. U. (2022).)


Referensi

Akhmadi, A. (2019). Moderasi beragama dalam keragaman Indonesia. Jurnal Diklat Keagamaan.

Fahri, M., & Zainuri, A. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia. Intizar.

Junaedi, E. (2019). INILAH MODERASI BERAGAMA PERSPEKTIF KEMENAG. Harmoni. https://doi.org/10.32488/harmoni.v18i2.414

Kuncoro, A. T. (2019). Penguatan Nilai Moderasi dan Kultural Beragama Bagi Umat Islam dalam Kehidupan Berbangsa. Conference on Islamic Studies FAI 2019.

 Ulinnuha, M., & Nafisah, M. (2020). MODERASI BERAGAMA PERSPEKTIF HASBI ASH-SHIDDIEQY, HAMKA, DAN QURAISH SHIHAB. SUHUF. https://doi.org/10.22548/shf.v13i1.519

 

Kataba

KATABA : Komunitas Pegiat Literasi Santri Ma'had Al-Jami'ah KATABA adalah komunitas pegiat literasi di lingkungan Ma'had Al-Jami'ah IAIN Salatiga yang lahir pada 16 Maret 2017. Komunitas ini terbentuk dari inisiatif seorang mahasiswa kelas khusus Internasional (KKI) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yaitu Muhammat Sabar Prihatin. Pengalaman dan prestasinya di dunia literasi yang membludak, mulai dari prestasi lokal hingga internasional, membuatnya tergugah untuk menyalurkan bakatnya. Setelah sekian kali mengikuti berbagai event literasi, akhirnya ia merasa terpanggil untuk menciptakan sebuah wadah yang menaungi kompetensi orang lain. Pada suatu event bernama Pelatihan Jurnalistik Santri Nusantara yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2017, ia merasa terinspirasi untuk menyalurkan bakatnya dengan cara memberi jalan terang bagi mereka yang ingin menemukan potensi diri. Diciptakanlah sebuah komunitas literasi bernama KATABA.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama