Kearifan lokal berbahsa lokal (semarang)

 

Ulin Nuha

Bahasa Lokal di Semarang: Kearifan Lokal dalam Tutur Kata

Bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam kearifan lokal suatu daerah. Di Semarang, Jawa Tengah, bahasa lokal menjadi cerminan identitas budaya dan kearifan masyarakatnya. Bahasa lokal Semarang, yang didominasi oleh bahasa Jawa dialek Semarangan, memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dari dialek Jawa lainnya. Artikel ini akan mengupas tentang bahasa lokal di Semarang sebagai bagian dari kearifan lokal yang patut dilestarikan.

Sejarah dan Perkembangan Bahasa Semarangan

Bahasa Jawa dialek Semarangan berkembang di wilayah Semarang dan sekitarnya sebagai hasil dari percampuran berbagai budaya yang pernah singgah di kota ini. Sebagai kota pelabuhan yang strategis, Semarang menjadi tempat bertemunya berbagai suku dan bangsa, termasuk Tionghoa, Arab, dan Belanda. Pertemuan budaya ini memengaruhi perkembangan bahasa lokal Semarang (Sutami, 2018).

Menurut Koentjaraningrat (2019), bahasa Jawa dialek Semarangan memiliki karakteristik unik yang dipengaruhi oleh sejarah panjang kota Semarang sebagai kota pelabuhan dan pusat perdagangan. Pengaruh dari bahasa Melayu, Tionghoa, Arab, dan Belanda membentuk kekhasan tersendiri dalam kosakata dan logat bahasa Semarangan.

Karakteristik Bahasa Lokal Semarang

Bahasa Jawa dialek Semarangan memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dari dialek Jawa lainnya. Salah satu ciri khasnya adalah penggunaan intonasi yang cenderung keras dan tegas, dengan penekanan pada suku kata terakhir. Selain itu, dialek Semarangan juga dikenal dengan penggunaan kosakata yang lebih lugas dan langsung dibandingkan dengan dialek Jawa standar (Suryadi, 2020).

Bahasa Semarangan juga memiliki keunikan dalam penggunaan kata ganti orang. Misalnya, penggunaan kata "inyong" untuk menyebut diri sendiri dan "kowe" untuk menyebut lawan bicara. Selain itu, terdapat pula istilah-istilah khas seperti "nggambleh" (mengobrol santai), "koclok" (kacau), dan "jengkelong" (jatuh) yang hanya digunakan dalam dialek Semarangan (Widodo, 2022).

Peran Bahasa Lokal dalam Kearifan Masyarakat Semarang

Bahasa lokal Semarang tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai wadah nilai-nilai kearifan lokal. Melalui peribahasa, ungkapan, dan tradisi lisan, nilai-nilai kearifan lokal ditransmisikan dari generasi ke generasi. Misalnya, ungkapan "wong Semarang ora ngapusi" (orang Semarang tidak menipu) mencerminkan nilai kejujuran yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Semarang (Purwoko, 2021).

Bahasa Semarangan juga menjadi bagian penting dalam tradisi budaya lokal seperti ketoprak, wayang orang, dan gambang semarang. Melalui seni pertunjukan ini, bahasa lokal Semarang terus dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda.

Tantangan dan Upaya Pelestarian

Di era globalisasi, bahasa lokal Semarang menghadapi tantangan serius. Pengaruh bahasa Indonesia dan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, semakin kuat di kalangan generasi muda. Menurut Nurhayati (2023), banyak anak muda di Semarang yang lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa gaul daripada bahasa Jawa dialek Semarangan dalam percakapan sehari-hari.

Untuk melestarikan bahasa lokal Semarang, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan komunitas budaya. Pemerintah Kota Semarang telah menerapkan kebijakan penggunaan bahasa Jawa pada hari tertentu di sekolah dan kantor pemerintahan. Selain itu, festival budaya dan lomba berbahasa Jawa juga sering diselenggarakan untuk menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa lokal.

Kesimpulan

Bahasa lokal di Semarang merupakan kekayaan budaya yang mencerminkan kearifan lokal masyarakatnya. Sebagai produk dari pertemuan berbagai budaya, bahasa Semarangan memiliki keunikan tersendiri yang membedakannya dari dialek Jawa lainnya. Melestarikan bahasa lokal Semarang berarti menjaga identitas budaya dan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan upaya bersama dari seluruh elemen masyarakat untuk terus menggunakan dan melestarikan bahasa lokal Semarang sebagai bagian dari warisan budaya bangsa.

Referensi

Koentjaraningrat. (2019). Kebudayaan Jawa dan Perkembangannya. Balai Pustaka.

Nurhayati, E. (2023). Pergeseran Bahasa Jawa di Kalangan Generasi Muda Kota Semarang. Jurnal Linguistik Indonesia, 41(2), 115-128.

Purwoko, H. (2021). Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Bahasa Jawa Dialek Semarangan. Jurnal Kebudayaan Jawa, 15(3), 87-102.

Suryadi, S. (2020). Pemetaan Dialek Bahasa Jawa di Pesisir Utara Jawa Tengah. Humaniora, 32(1), 67-80.

Sutami, H. (2018). Sejarah Perkembangan Bahasa di Kota Semarang. Penerbit Universitas Indonesia.

Widodo, S. T. (2022). Kamus Bahasa Jawa Dialek Semarangan. Penerbit Graha Ilmu.

 

Kataba

KATABA : Komunitas Pegiat Literasi Santri Ma'had Al-Jami'ah KATABA adalah komunitas pegiat literasi di lingkungan Ma'had Al-Jami'ah IAIN Salatiga yang lahir pada 16 Maret 2017. Komunitas ini terbentuk dari inisiatif seorang mahasiswa kelas khusus Internasional (KKI) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yaitu Muhammat Sabar Prihatin. Pengalaman dan prestasinya di dunia literasi yang membludak, mulai dari prestasi lokal hingga internasional, membuatnya tergugah untuk menyalurkan bakatnya. Setelah sekian kali mengikuti berbagai event literasi, akhirnya ia merasa terpanggil untuk menciptakan sebuah wadah yang menaungi kompetensi orang lain. Pada suatu event bernama Pelatihan Jurnalistik Santri Nusantara yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2017, ia merasa terinspirasi untuk menyalurkan bakatnya dengan cara memberi jalan terang bagi mereka yang ingin menemukan potensi diri. Diciptakanlah sebuah komunitas literasi bernama KATABA.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama