Sepasang Sendal di Depan Masjid
Oleh: Olyvia Bungan Puspitasari
Suatu pagi di sebuah desa kecil, Ustaz Rahman dikejutkan oleh sesuatu di depan masjid. Sepasang sandal usang tergeletak di sana, kotor dan hampir putus. Ia mengenali sandal itu milik Faris, seorang anak yatim yang sering datang ke masjid untuk sholat subuh.
Hari itu, hujan turun sejak dini hari. Masjid sepi, hanya beberapa orang tua yang hadir. Tapi Faris tetap datang, meski tanpa payung, meski bajunya basah kuyup. Ia duduk di sudut masjid, menggigil, tetapi wajahnya tetap berseri-seri.
Setelah sholat, Ustaz Rahman mendekati Faris. “Nak, sandalmu sudah rusak. Kenapa tidak minta yang baru kepada ibumu?”
Faris tersenyum. “Ibu bilang, kita harus bersyukur dengan apa yang ada, Ustaz. Sandal ini masih bisa dipakai, kok.” Ustaz Rahman terdiam. Anak sekecil itu sudah memahami arti syukur lebih dari banyak orang dewasa.
Keesokan harinya, saat Faris datang ke masjid, ia menemukan sesuatu di tempat biasanya meletakkan sandalnya. Sepasang sandal baru, bersih dan kuat, dengan secarik kertas kecil di atasnya:
“Untuk Faris, yang selalu mengajarkan arti syukur."
Faris menoleh ke dalam masjid, mencari siapa yang meletakkannya, tetapi tak ada seorang pun yang mengaku. Ia tersenyum, lalu berbisik pelan, "Alhamdulillah."
Kadang, kebaikan datang tanpa nama. Tapi ia selalu meninggalkan jejak di hati mereka yang menerimanya.
Temanggung, 14 Maret 2025