Kamis, 17 April 2025

 


JNE dan Paket Terakhir untuk Ayah
Oleh: Muhammad Izra Fauzi

Embun masih menempel malu-malu di tali tambat perahu, sementara angin pagi meniup pelan di dermaga. Dari kejauhan, laut tampak seperti lukisan tenang. Aku berdiri mematung di pinggir Jakarta yang bising, tapi pikiranku melayang jauh ke satu tempat: pulau kecil tempat Ayah tinggal.

Sudah delapan bulan aku tak pulang. Dulu, saat melepas kepergianku, Ayah berkata:

“Kalau mau jadi besar, kamu harus berani pergi jauh. Tapi jangan pernah lupa pulang.”

Tapi aku justru terlalu sibuk mengejar dunia, sampai lupa pada dunia yang paling mencintaiku.

Sampai suatu hari, kabar itu datang: Ayah sakit. Tubuhnya melemah, dan di pulau kecil kami, akses pengobatan sangat terbatas. Hanya ada Puskesmas dan doa.

Aku ingin pulang, tapi waktu tidak berpihak. Penerbangan terbatas, kapal pun baru berangkat lusa. Di tengah panik, aku hanya terpikir satu hal: mengirimkan sesuatu yang Ayah minta dua minggu sebelumnya—jaket tua miliknya, yang dulu selalu ia kenakan saat mengantar aku sekolah. Bersama jaket itu, kusisipkan sepucuk surat. Surat yang akhirnya menjadi pesan terakhirku.

SAT SET yang Melampaui Batas

Aku mengemas jaket dan surat dalam satu paket kecil. Lalu aku mendatangi kantor JNE terdekat.

Petugas di sana menyambutku hangat. Ketika tahu tujuan paketku adalah sebuah pulau kecil di Sulawesi, ia terdiam sejenak. “Kami akan usahakan yang terbaik, Mas. Ini harus transit Makassar dulu.”

Aku mengangguk. “Saya titip harapan, Mas. Ini penting.”

Tanpa banyak kata, ia menempel label “YES” dan “FRAGILE” di kotak kardus. “Kami akan buat ini melesat... sat set.”

Kalimat itu sederhana, tapi terasa seperti doa di tengah kecemasanku.

Hari-hari berikutnya, aku terus memantau paket melalui pelacakan online. Jakarta—Surabaya—Makassar—Kendari. Semuanya cepat. Sampai akhirnya status berubah: “Dalam proses pengantaran ke alamat tujuan.”

Namun takdir berbicara lain.

Sore itu, adikku menelepon dengan suara parau. “Mas… Ayah udah nggak ada.”

Langit rasanya runtuh. Tak ada air mata, hanya hening yang menggantung terlalu lama.

Paket yang Tiba Setelah Kepergian

Dua hari kemudian, paket itu tiba.

Kurir JNE lokal datang menyeberangi laut dengan perahu pinjaman warga. Ia berjalan kaki dua kilometer di jalan tanah untuk sampai ke rumah kami. Wajahnya lelah, namun ia tetap tersenyum.

“Ini kiriman dari Jakarta. Untuk Pak Amir,” katanya pelan.

Ibu tidak langsung membuka paket itu. Ia letakkan di samping foto Ayah yang kini disandingkan dengan bunga kamboja kering. Kami berkumpul. Sepi menyelimuti ruang tamu.

Adikku membuka kardus perlahan. Di dalamnya, jaket tua milik Ayah terlipat rapi. Dan sebuah amplop kecil.

Paman membacakan isi surat:

“Yah... maaf aku belum bisa pulang. Tapi aku selalu membawa Ayah dalam langkahku. Terima kasih telah jadi pelabuhan terkokoh dalam hidupku. Aku bangga menjadi anakmu. Suatu hari nanti, aku akan pulang. Bukan hanya tubuhku, tapi juga hatiku.”

Tak ada kata-kata. Hanya suara tangis. Ibu memeluk jaket itu seolah Ayah masih di dalamnya.

Bahkan Pak RT yang biasa tegar, hanya bisa menunduk lama.

JNE tidak sekadar mengantar barang. Mereka telah mengantar pesan yang tak sempat tersampaikan. Sebuah pesan yang akhirnya sampai, meski sang penerima telah pergi.

Bukan Sekadar Ekspedisi, Tapi Jembatan Makna

Sebelum pergi, kurir JNE sempat berkata, “Saya hanya antar barang, Bu. Tapi semoga ini berarti.”

Dan memang berarti.

Kini, setiap kali melihat logo JNE, aku tak hanya melihat jasa kirim. Tapi penghubung antara yang tak sempat diucapkan dan yang tak sempat diterima.

SAT SET bukan hanya soal cepat. Tapi juga soal niat baik, dedikasi, dan ketulusan yang melampaui batas jarak dan waktu.

Penutup

Di usia ke-34 tahun ini, JNE bukan hanya menjadi pengantar barang, tapi juga penjaga harapan, penyambung cinta, dan pengantar pesan-pesan yang tak sempat diucapkan.

Mungkin aku tidak sempat memeluk Ayah untuk terakhir kalinya. Tapi berkat JNE, aku sempat menyampaikan kata-kata yang paling penting:

Aku mencintainya.

Dan bagi kami sekeluarga, itu lebih dari cukup.


#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar