Sabtu, 11 April 2020

Menyambut Bulan Suci di Tengah Pandemi, Bahagia atau Sedih?

(Sumber foto ilustrasi : google)

Menyambut Bulan Suci di Tengah Pandemi, Bahagia atau Sedih?
Oleh : M Syariful Anam

Siapa yang tak menyangka bahwa saat ini dunia akan tidak baik-baik saja? Bahkan 
semua lini kehidupan terkena dampaknya, dari mulai sektor ekonomi, politik, sosial, 
hingga sektor kesehatan, semuanya dilumpuhkan dengan musuh yang tidak dapat dilihat dengan telanjang mata. Hampir seluruh dunia saat ini sedang bersama-sama melawan 
musuh dalam bentuk mikroba yang bernama corona (covid-19).

Jika menyelisik awal mula munculnya virus corona ini yaitu pada permulaan 
bulan Desember tahun lalu, yang mana beberapa pasien di rumah sakit pusat Wuhan, 
China mengalami radang paru-paru yang diduga diakibatkan oleh virus yang berasal dari pasar hewan di Wuhan. Hingga kemudian virus ini mulai menyebar ke seluruh penjuru 
China bahkan dunia. Karena penyebarannya yang begitu cepat dan menimbulkan korban 
meninggal hampir setiap harinya, akhirnya WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) 
menetapkan virus corona (covid-19) sebagai pandemi global.

Sekitar tiga bulan sudah virus ini belum juga usai dan hingga kini vaksin untuk virus corona pun belum juga ditemukan. Bahkan yang lebih mengerikan lagi setiap kali kita menghidupkan layar televisi dan mendapatkan notifikasi berita dari media, yang muncul adalah kasus-kasus yang berkaitan dengan virus corona. Apakah saat ini kita sedang dihukum oleh sang Pencipta karena terlalu banyak lupa kepada-Nya? 
(Sumber foto ilustrasi : google)
Sebagai manusia yang beriman, kita percaya bahwa segala sesuatunya pasti berasal dari Allah Swt, Tuhan yang Maha Kuasa. Ketika Allah telah berkehendak, tidak ada satu pun manusia yang mampu menghadangnya. Tampaknya,manusia saat ini disuruh untuk beristirahat sejenak perihal mengejar kehidupan duniawi dan lebih mendekatkan 
diri kepada sang Pencipta. Karena mungkin saat ini kita selalu jauh dan lupa kepada-Nya.

Di sisi lain, seluruh umat Muslim di dunia beberapa hari lagi akan menyambut 
datangnya bulan suci Ramadhan. Tetapi, nampaknya kondisi Ramadhan tahun ini sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena harus menyambut bulan suci ini di tengah pandemi. Padahal bulan Ramadhan merupakan bulan yang selalu dinanti-nanti, bulan yang penuh rahmat dan ampunan, bulan dimana diturunkannya Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup kaum Muslimin untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil, bulan yang didalamnya digambarkan sebagai bulan yang paling baik diantara seribu bulan (lailatul qadar).

Dari beberapa keistimewaan itulah hendaknya manusia bergembira dan bersuka cita dalam menyambut bulan Ramadhan sebagai salah satu tanda keimanan seorang Muslim. Bahkan secara eksplisit Allah menyebutkannya di dalam kitab suci Al-Qur’an surat Yunus ayat 58 yang artinya “Katakanlah (Muhammad), Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan”.

Akan tetapi, sepertinya kegembiraan itu akan diiringi dengan kesedihan, pasalnya 
Ramadhan kali ini akan ditemani oleh makhluk yang telah mampu mempersempit ruang gerak manusia, bahkan untuk beberapa bulan kedepan. Harus Bahagia atau Sedih?

Berdasarkan data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 per 10 
April 2020, kasus virus corona di Indonesia tercatat ada 3.512 orang yang dinyatakan 
positif, 282 telah sembuh dan 306 meninggal akibat terinfeksi covid-19. Jumlah kasus
tersebut dimungkinkan akan terus bertambah setiap harinya dan pemerintah meresponnya
dengan menyatakan Bencana Nasional, untuk itu pemerintah berupaya semaksimal
mungkin untuk meminimalisir penyebaran virus covid-19 melalui berbagai kebijakan,
salah satunya kebijakan physical distancing.

Adanya kebijakan tersebut mengharuskan berbagai kegiatan untuk dilakukan dari
rumah, mulai bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan beribadah dari rumah. Sehingga
banyak perusahaan meliburkan karyawannya dan instansi pendidikan juga
memberlakukan kegiatan pembelajarannya dengan metode daring (online). Sama halnya
dengan kegiatan ibadah pun dilakukan dirumah, bahkan Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa untuk tidak melaksanakan sholat Jum’at sebagai upaya
meminimalisir penyebaran covid-19.

Sehubungan dengan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan di tengah pandemi covid-19, baru-baru ini pemerintah melalui Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor 6 tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 H di Tengah Pandemi Wabah Covid-19. Surat edaran tersebut bermaksud untuk memberikan panduan beribadah yang sejalan denga syariat Islam sekaligus mencegah, mengurangi penyebaran dan melindungi masyarakat muslim dari risiko covid-19.

Dalam surat tersebut, diterangkan bahwa kegiatan ibadah sholat tarawih dilakukan
secara individual atau berjamaah bersama keluarga di rumah, artinya berjamaah di masjid atau musala ditiadakan. Tentu hal ini menjadi kesedihan umat Muslim, mengingat ibadah secara berjamaah di masjid atau musalah mendapat pahala 27 kali lipat di sisi lain juga meningkatkan interkasi sosial (silaturahim) dengan orang lain.

Selain sholat tarawih, kegiatan lain seperti tadarus Al-Qur’an, peringatan Nuzulul
Qur’an dan buka puasa bersama diluar juga ditiadakan. Dengan demikian, Ramadhan
tahun ini pasti akan sedikit berbeda dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, mungkin akan sedikit diselimuti bebagai kesedihan dan keprihatinan.

Akan tetapi, satu hal yang harus perlu diingat bahwa segala sesuatunya berasal dari Allah, segala sesuatu yang diberikan oleh Allah pasti ada hikmah yang didapatkan. Setidaknya kita tidak boleh larut dalam kesedihan dalam menyambut bulan suci di tengah pandemi ini, ada suatu keberkahan tersendiri dari peristiwa yang sedang terjadi di antaranya adalah kita semakin dekat dengan keluarga, dengan adanya kebijakan physical distancing ini kita lebih banyak melakukan aktivitas di rumah sehingga menjadikan kita lebih sering berinteraksi bersama keluarga.

Di samping dekat dengan keluarga, dengan adanya wabah virus corona, semua orang menjadi lebih sadar betapa pentingnya hidup sehat salah satunya dengan rajin mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan pola hidup sehat lainnya. Dan satu hal lagi yang lebih penting dari adanya pandemi ini adalah manusia dapat kembali ke fitrahnya sebagai makhluk keluarga, yang mana selama ini manusia hidup secara individualis, akan tetapi dengan adanya wabah ini manusia semakin memperdulikan sesama dan saling bantu membantu satu sama lain.

Oleh karena itu, sebagai makhluk yang lemah hendaknya kita kembali mengingat Allah sebagai sang pencipta, Tuhan yang mengatur segalanya, terus berikhtiar dan berdoa semoga wabah ini cepat berlalu sehingga kita bisa melaksanakan ibadah bulan suci Ramadhan dengan khidmat dan khusyuk.

Sebagai penutup, mengutip dari perkataan Ibnu Sina bahwa “Kepanikan itu separuh dari penyakit, ketenangan separuh dari obat dan kesabaran merupakan permulaan dari kesembuhan.” Rasa panik adalah segelintir dampak dari mewabahnya virus ini. Jadi,
kita harus selalu bersikap tenang, sabar dan selalu memberikan sugesti positif kepada
orang lain agar kita lebih bersemangat menjalani aktifitas di tengah wabah yang sedang terjadi saat ini. Wallahua'lam bisshowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar