Kearifan Lokal sebagai Pilar Ketahanan Budaya di Era Digital Society 5.0


Adinda Cahya Putri

Kearifan lokal merupakan warisan budaya yang mengandung nilai-nilai luhur dan telah diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat. Dalam konteks Digital Society 5.0, perkembangan teknologi menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi kelestarian kearifan lokal. Jepang, sebagai pencetus konsep Society 5.0, menekankan bahwa teknologi harus digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa menghilangkan identitas budaya (Fukuyama, 2018). Oleh karena itu, kearifan lokal harus tetap dijaga sebagai pilar ketahanan budaya di tengah derasnya arus globalisasi digital.

Pentingnya Kearifan Lokal dalam Kehidupan Masyarakat

Kearifan lokal memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan identitas masyarakat. Nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah, dan harmoni dengan alam menjadi pedoman dalam kehidupan sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, masyarakat adat Baduy di Banten tetap mempertahankan tradisi menolak teknologi modern untuk menjaga keseimbangan dengan alam (Suwandi, 2021).

Selain itu, kearifan lokal juga berperan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Prinsip-prinsip konservasi yang diterapkan oleh masyarakat adat di berbagai daerah, seperti sistem Subak di Bali yang diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia, membuktikan bahwa nilai-nilai tradisional mampu menciptakan keseimbangan ekologi (Wijaya, 2020).

Tantangan Kearifan Lokal di Era Digital

Meskipun memiliki nilai luhur, kearifan lokal menghadapi berbagai tantangan di era digital. Pertama, globalisasi menyebabkan tergerusnya budaya tradisional akibat masuknya budaya asing yang lebih dominan melalui media sosial dan platform digital (Putra, 2022). Hal ini mengakibatkan generasi muda lebih tertarik pada budaya luar

dibandingkan dengan tradisi lokal.

Kedua, kurangnya dokumentasi dan digitalisasi budaya lokal membuat banyak tradisi dan pengetahuan lokal terancam punah. Banyak kearifan lokal yang hanya diwariskan secara lisan, sehingga berisiko hilang jika tidak segera diabadikan dalam bentuk digital (Nugroho, 2023).

Strategi Pelestarian Kearifan Lokal di Era Digital

1.  Digitalisasi Warisan Budaya

   Pemerintah dan komunitas budaya perlu bekerja sama dalam mendokumentasikan tradisi, bahasa, seni, dan sistem kepercayaan lokal dalam bentuk digital (Rahmawati, 2021).

2.  Integrasi Kearifan Lokal dalam Pendidikan

   Sistem pendidikan harus mengadaptasi kearifan lokal ke dalam kurikulum formal agar generasi muda tetap mengenali dan menghargai budaya daerahnya (Suryana, 2022).

3.  Pemanfaatan Media Sosial dan Teknologi

   Budaya lokal dapat diperkenalkan kepada generasi muda melalui media sosial, film animasi, dan permainan digital berbasis budaya (Prasetyo, 2023).

4.  Dukungan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya

   Pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal dapat meningkatkan nilai ekonomi budaya tradisional (Haryanto, 2021).

Kearifan lokal merupakan aset berharga yang harus dijaga dan dikembangkan agar tetap relevan di era Digital Society 5.0. Dengan strategi yang tepat, nilai-nilai budaya lokal dapat terus hidup dan berkembang di era digital.

Daftar Pustaka

Fukuyama, F. (2018). Society 5.0: Toward a Human-Centered Society.

Tokyo: Keidanren.

Suwandi, A. (2021). Kearifan Lokal dalam Masyarakat Adat Baduy. Jurnal Kebudayaan Nusantara, 10(1), 45-60.

Wijaya, I. (2020). Subak: Warisan Budaya Dunia dan Ketahanan Lingkungan di Bali. Jurnal Ekologi Budaya, 7(2), 33-48.

Putra, D. (2022). Globalisasi dan Tantangan Pelestarian Budaya Lokal. Jurnal Sosiologi Digital, 5(1), 21-35.

                    Nugroho,     R.     (2023).     Digitalisasi     Kearifan     Lokal:     Strategi     dan

Implementasi. Jurnal Warisan Budaya, 8(3), 58-72.

Rahmawati, N. (2021). Pemanfaatan Media Digital dalam Pelestarian Budaya. Jurnal Komunikasi Budaya, 6(2), 42-55.

Suryana, B. (2022). Revitalisasi Aksara Jawa di Era Digital. Yogyakarta: Pustaka Pendidikan.

Prasetyo, H. (2023). Game Digital sebagai Sarana Pelestarian Budaya Nusantara. Jurnal Teknologi dan Budaya, 9(4), 67-81.

Haryanto, T. (2021). Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal di Era

Digital. Jakarta: Pustaka Ekonomi Kreatif. 

Kataba

KATABA : Komunitas Pegiat Literasi Santri Ma'had Al-Jami'ah KATABA adalah komunitas pegiat literasi di lingkungan Ma'had Al-Jami'ah IAIN Salatiga yang lahir pada 16 Maret 2017. Komunitas ini terbentuk dari inisiatif seorang mahasiswa kelas khusus Internasional (KKI) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yaitu Muhammat Sabar Prihatin. Pengalaman dan prestasinya di dunia literasi yang membludak, mulai dari prestasi lokal hingga internasional, membuatnya tergugah untuk menyalurkan bakatnya. Setelah sekian kali mengikuti berbagai event literasi, akhirnya ia merasa terpanggil untuk menciptakan sebuah wadah yang menaungi kompetensi orang lain. Pada suatu event bernama Pelatihan Jurnalistik Santri Nusantara yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2017, ia merasa terinspirasi untuk menyalurkan bakatnya dengan cara memberi jalan terang bagi mereka yang ingin menemukan potensi diri. Diciptakanlah sebuah komunitas literasi bernama KATABA.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama