Satu Hari di Akhir Tahun
Oleh: Alan Maulana
(Gambar ilustrasi diambil dari: GoBekasi.ID)
Kalian pasti tahu bagaimana rasanya ditinggalkan teman untuk selamanya. Teman memang pelengkap hidup setelah ibu, ayah, istrimu kelak, adik, kakek, nenek dan saudaramu. Bahkan, ada juga teman yang kau anggap saudara. Susah senang bersama. Menyelesaikan masalah dengan bersama-sama.
Ini kisah tentang pertemuan terakhir aku dengan temanku tercinta. Sosok yang sangat dibenci hampir setiap guru, tapi hadirnya selalu mewarnai hari-hari bosan di ruang kelas. Dia memiliki selera humor yang tinggi, Rendi namanya dia temanku.
Pria berambut ikal yang mengaku bahwa dia pernah ditampar oleh wanita berkebangsaan Amerika, karena salah mengambil piring. Pernah meninju preman yang menculik seorang waria dan masih banyak lagi. Rendi adalah salah satu siswa paling nakal di sekolahku. Dia selalu terlibat dalam aksi tawuran. Tradisi konyol yang selalu menjatuhkan korban.
"Su, menurut kamu aku cocok gak jadi presiden?" Tanya Rendi.
"Nggak.Nanti anak sekolah bolos semua kalau kamu jadi presiden," jawabku
"Percuma Su, masuk sekolah tapi pikirannya pengin ceper pulang", celetuk Rendi.
"Iya,emang betul Ren. Tapi gak gitu juga, harusnya guru bisa menghidupkan suasana kelas. Biar gak bosen," ujarku
"Coba aja semua guru kayak Pak Tjandra. Mungkin aku gak pernah alfa Dro."
Pak Tjandra memang guru favorit Rendi. Tak hanya dia, aku juga suka cara mengajarnya yang selalu menanamkan unsur kejenakaan dan selalu menceritakan perjuangannya agar bisa lulus kuliah. Hampir semua siswa suka cara mengajarnya. Beliau adalah guru honorer yang sudah 10 tahun mengajar. Niatnya mau ikut seleksi CPNS, akan tetapi hatinya menjadi resah karena mendengar kalau program seleksi CPNS 2021 akan dihapus.
Rendi hanya masuk saat ada pelajaran Pak Tjandra saja, selebihnya sering bolos. Seperti hari itu, tepatnya pada tanggal 31 Desember 2019. Rendi tak masuk kelas. Sedang aku ditugaskan kepala sekolah untuk mengirimkan surat kepada Rendi. Karena aku penasaran, kubaca suratnya terlebih dahulu sebelum aku berikan kepada Rendi. Dan ternyata itu surat peringatan, bahwa jika Rendi tidak masuk sekolah selama 1 Minggu kedepan, dia akan dikeluarkan. Hal yang membuatku cemas dan segera mencari Rendi di warung biasa yang selalu ia singgahi.Warung Pojok. Tempat ia bolos sekolah.
"Cari siapa Su?" pemilik warung pojok bertanya kepadaku. Merasa heran karena melihat tingkahku yang seperti orang panik.
"Rendi ada Bu?" ujarku,kembali bertanya.
"Duh,anak satu itu.Ibu mah takut, Su. Masa ke sekolah bawa parang," jawab pemilik warung pojok membuatku semakin cemas.
"Parangnya jenis apa Bu, Rendi pergi sama siapa aja?" tanyaku heran.
"Banyak anak sekolah yang bolos tadi, Su. Ikut semua mereka. Bawa cerulit tradisional Madura, samurai, gir motor, klewang duh banyak deh. Ibu juga takut, gak bisa nyegah Su," jawabnya serius.
"Kemana mereka pergi Bu?" tanyaku, mengernyitkan dahi.
"Tadi ibu gak sengaja denger, mereka mau pergi ke Wonokoyo. Banyak, sepuluh motor Su."
Mendengar penjelasan dari pemilik warung, aku langsung bergegas menyusul Rendi. Aku takut terjadi sesuatu kepadanya. Ku nyalakan mesin dan melajukan motor. Pergi menuju Wonokoyo. Sepanjang jalan lamunanku tertuju pada Rendi. Aku mengingat kejadian konyol yang aku dan dia pernah alami. Kejadian pada saat kami berdua pergi liburan ke pantai. Aku dan Rendi mematikan mesin air di WC umum, kejadian pada saat kami berdua menyembunyikan satu mangkuk bakso pembeli yang sedang kencing, dan masih banyak lagi hal konyol yang selalu aku ingat.
"Su, ini mesin air WC umum.Kalau kita matikan kayaknya seru," ujar Rendi saat itu. Saat kami berdua melakukan hal yang merugikan.
"Eh, tapi nanti dulu Ren. Kan WC ini masih sepi, rugi juga kita kalau gak ngabisin semua airnya. Kita buang dulu semua air di setiap WC, nah baru kamu matiin mestinya," jawabku saat itu,aku mengingatnya dengan mata berkaca-kaca.
"Okelah Su, siap."
Aku ingat betul kejadian konyol itu. Saat semuanya sudah kami lakukan. Semua air yang ada di setiap WC sudah kami tumpahkan. Rendi bergegas mematikan mesin air yang ada di WC umum itu, kebetulan mesinnya dekat dengan WC dan ada di luar. Penjagaannya juga tidak ketat. Penjaganya malah sibuk menghitung uang di pintu masuk WC umum. Itu yang menandakan bahwa manusia lebih perduli uang daripada keamanannya.
Ulah kami membuat para turis pengunjung WC umum menjadi resah saat itu. Mereka semua mengadu kepada petugas WC umum, karena tak ada air pastinya. Konyolnya lagi, ada salah satu turis yang tidak mengecek air terlebih dahulu apakah mati atau tidak, mungkin karena tak tahan ingin buang air besar. Aku dan Rendi sengaja tidak keluar WC umum itu. Karena enaknya lagi, di WC tersebut ada fasilitas kursi tunggunya.
Aku dan Rendi berpura-pura seperti tidak tahu apa-apa. Kami berdua memilih duduk menyaksikan ulah kami. Aku dan Rendi sampai kenyang tertawa, melihat turis yang berjalan mengangkang karena mungkin takut kalau kotoran yang menempel di pantat malah terjatuh ke betisnya.
"Woi, de toiletmedewerker is stom, ik heb al betaald maar hoe komt het dat er geen water is" ujar seorang turis asing berkebangsaan Belanda yang artinya "Pekerja toiletnya bodoh, saya sudah bayar tapi kok tidak ada air".
Andai kamu juga berada disisi kami, pasti kamu juga akan tertawa terbahak-bahak. Melihat sang turis berjalan mengangkang,pelan-pelan.Dia memakai celana kolor, dan oh alangkah naas nasibnya ditertawakan oleh turis lain dan aku sebagai warga asli Indonesia. Rendi juga tentunya. Kami semua menertawakannya karena melihat tinja yang menempel di betis sang turis berkebangsaan Belanda itu. Aku mengingatnya dengan terus memikirkan Rendi.
Hanya butuh waktu setengah jam untuk aku sampai ke tempat tujuan. Di lokasi itu aku melihat lautan manusia yang memenuhi jalan. Semuanya berdiri membentuk sebuah lingkaran, aku bergegas menghampiri.
"Ada apa Pak?" tanyaku,kepada salah satu warga yang ada di sana.
"Ini, ada anak sekolah meninggal, ketusuk samurai. Parat sampai ke punggung dek," jawabnya ( parat = bahasa Sunda yang artinya tembus).
Aku bergegas menghampiri kerumunan warga. Menyelinap masuk agar bisa melihat siapakah yang mereka lihat itu. Dan yang membuatku geram bukan main adalah hilang nurani masyarakat sekitar, bukannya si jenazah dibantu, malah sibuk memotret. Bukannya memanggil polisi, malah sibuk membuat instastory. Aku kecewa kepada mereka yang tidak menanamkan sila kedua.Yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mataku terbelalak, karena melihat bahwa yang terkapar adalah temanku sendiri. Rendi tewas karena ulahnya sendiri yang selalu ikut tawuran. Bajunya bersimbah darah, dengan samurai yang masih tertancap di perutnya. Dia dulu pernah berkata
"Gue tawuran bukan karena jago, Su. Tapi karena gue pulang dijegat terus sama anak STM sebelah, mau gak mau gue harus ribut"
Aku bisa memaklumi, tapi mengapa tidak memakai cara pulang yang lebih aman. Naik bis contohnya, lebih aman dan tak terlihat oleh siswa lain. Aku tak mampu menahan air mata yang terus-menerus keluar. Deras, dan semakin deras saat kulihat wajahnya yang terkapar tak bernyawa, dan semua warga di sana malah sibuk membuat video dan memotretnya.
"Kalian semua emang gak punya hati nurani. Coba bayangin kalo ini anak kalian? Hah, masa dibiarin gitu aja?" Rasa marahku aku lampiaskan dengan mendorong mereka satu persatu untuk menjauh.
"Sekarang, siapa yang bisa antar saya ke rumahnya. Pegangin dia, dia teman saya," aku meminta salah satu warga menemaniku membawa Rendi. Karena tidak mungkin jika hanya aku yang harus membawanya. Harus ada yang menopang Rendi dari belakang.
Pukul 07.30 aku sampai di rumah Rendi. Membawa salah satu warga dan saksi mata. Agar ibu dan ayahnya tidak salah paham kepadaku. Aku ikut bersedih melihat kedua orangtua Rendi yang tak sudi melepas kepergiannya. Orangtuanya bercerita bahwa sebelum Rendi pergi ke sekolah ia meminta bahwa malam tahun baru nanti Rendi ingin makan ikan kakap panggang kesukaannya. Kedua orangtua Rendi bersedih karena mengetahui bahwa itu adalah permintaan terakhirnya. Permintaan yang menjadi duka di malam tahun baru.
Masyaallah karyanya bagus bagus banget nih
BalasHapusMantap, Kataba produktif
BalasHapusMantap lanjutkan
BalasHapusGood👍
BalasHapusAlhamdulillah, mantap. Lanjutkan 😇.
BalasHapusSesuai permintaan admin nih, ada beberapa koreksian dari pembaca, antara lain:
1. Sesudah paragraf ke-3 ada percakapan di salamnay ada kata ceper (yang saya kira adalah cepet) typo
2. Paragraf bawahnya ada kalimat "minggu depan" dengan huruf m (besar) bukan kecil (bukan menunjukan hari)
3. Penulisan kata/kalimat sesudah titik/ koma banyak yang kikura rapih (tanpa spasi) yg membuat pembaca kurang nyaman.
Terima kasih, kalau pembaca salah bisa jadi pelajaran.
Sunguh salah satu manusia yang beruntung adalah mereka yang berlapang dada .
1. Di dalamnya*
BalasHapus