Sabtu, 25 September 2021

Permata Untuk Bangsa

 

Permata untuk Bangsa

Intan Prita Lestari


ilustrasi: google

Sinar matahari menembus masuk kedalam rumah melalui lubang-lubang atap yang bocor dan juga dinding. Alfian Bagas, kini ia telah pergi meninggalkan rumahnya menuju tempat ia belajar. Dengan antusias Bagas mendengarkan setiap materi yang disampaikan oleh gurunya. Sepulang dari kegiatan belajarnya, ia pulang ke rumahnya untuk mengambil sebuah kantong yang cukup besar. Dibawanya kantong itu dengan tangan kiri, dan memasukan botol bekas kedalamnya dengan tangan kanan. Pemulung muda, keadaannya yang cukup sulit memaksanya untuk melakukan itu. Bagas hanya hidup berdua dengan neneknya. Setelah dirasa kantong yang ia bawa terisi penuh, ia pergi ke pengepul untuk menukarnya dengan uang.


Senantiasa bersyukur ketika ia masih bisa makan dan minum. Sesekali membayangkan rasanya hidup mewah dan tak perlu bersusah payah, namun ia sadar angan-angan tanpa usaha selamanyapun akan tetap menjadi angan-angan semata. Kini ia telah lulus dari bangku SMA, beruntung ia masih dapat melanjutkan pendikannya itu karena rasa kasihan dari sang kepala sekolah. 


Seperti biasa, ia masih setia dengan kantong besar ditangannya. Menyusuri setiap tempat mencari botol plastik bekas. Hingga ia tak sengaja menemukan sebuah kardus kecil yang terbungkus rapi. Diambilnya kardus itu kemudian ia amati alamat yang tertulis. Ia berjalan sekitar dua blok yang tak jauh dari tempat tadi. Sampailah ia di sebuah rumah yang cukup besar dan mewah yang dijaga oleh dua orang satpam. Salah satu satpam mendekatinya dan bertanya padanya.


“Ada perlu apa mas?”t tanya Pak Asep.


“Saya cuma mau nganterin ini, tadi nemu di tempat sampah siapa tau isinya penting”. Jawab bagas dengan menunjuk tempat ia menemukan barang itu.


“Oh baik, nanti bapak sampaikan. Terimakasih ya, ini ada sedikit mau bapak berikan ke kamu”. Pak Asep mengambilnya dan memberikan sebotol air mineral dan roti kepada bagas.


Bagas sempat menolak namun pak asep tetap memaksanya untuk menerima pemberiannya. Hari ini barang yang ia kumpulkan tak sebanyak biasanya. Ia pulang hanya dengan dua lembar uang lima ribuan. Padahal hari-hari seblumnya ia mampu membawa paling tidak tiga puluh ribu. Di perjalanan menuju rumah ia melihat mobil yang sangat bagus terpakir di gang sempit depan rumahnya. Ia masuk dan melihat ada beberapa orang yang tengah duduk di dalam gubuk reotnya itu.


“Selamat siang Nak Bagas perkenalkan saya Toni pemilik rumah yang kamu datangi beberapa hari yang lalu, saya datang ke sini untuk berterima kasih karena kamu telah menemukan dan mau mengantarkan kotak itu kembali pada saya yang bahkan tidak kamu ketahui apa isinya" jelas pak toni panjang lebar pada bagas.


“Tidak perlu bertimakasih Pak, lagi pula itu sudah menjadi kewajiban saya apabila menemukan barang yang sekiranya berharga maka harus di kembalikan pada pemiliknya, apalagi alamatnya tertulis jelas”


“Tidak semua orang berpikiran sama denganmu Nak Bagas, ya meskipun ada beberapa."


Bagas hanya tersenyum dan mulai mendengarkan Pak Toni yang mulai menceritakan tentang isi dari kardus tersebut. Cukup lama Pak Toni berada di dalam gubuk reotnya bagas hingga akhirnya pamit pulang karena sudah petang.


Pagi harinya, ada seorang pria berpakaian rapi datang dan mengetuk pintu. Dibukanya pintu itu oleh Bagas yang tengah menggenggam kantong di tangannya. Pria itu adalah sekretais dari Pak Toni, ia menyampaikan bahwa pak toni ingin bagas melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan pak toni yang akan membiayai semuanya. Nenek bagas yang mendengar hal itu sangat senang apabila cucunya dapat melanjutkan pendidikannya, namun bagas menolak ia tak mau berutang budi pada siapapun. Berulang kali di bujuk namun bagas tetap teguh dengan jawabannya, hingga akhirnya ia mau menerima tawaran tersebut karena memikirkan kembali kehidupan neneknya.


Bagas dan neneknya tinggal ditempat yang lebih layak dari sebelumnya bahkan berkali-kali lipat lebih bangus dari rumah-rumah biasa, meskipun ukurannya tidak terlalu luas namun cukup untuk melindungi mereka dari cuaca. Kampusnya tak terlalu jauh dari tempat ia tinggal, Pak Toni sengaja memilihnya agak bagas tidak kerepotan. 


Bagas adalah anak yang bisa dibilang cukup jenius dan rajin. Seiring berjalannya waktu, kini ia telah tumbuh mrnjadi pemuda yang tampan dan cukup terkenal di kalangan kaum wanita di kampusnya. Ia menyelesaikan kuliah tepat waktu dan mulai bekerja di perusahaan Pak Toni.


Karena ketekunannya, kini Bagas diangkat menjadi direktur di salah satu cabang perusahaannya Pak Toni. Genap sepuluh tahun bagas berkerja dieperusahaan pak toni, ia juga telah menikah dan memiliki seorang putra berusia lima tahun. 


Sebagian dari gajinya ia sisihkan untuk keluarganya dan beberapa untuk kepala sekolahnya dulu. Ia meminta istrinya untuk membuka beberapa usaha sampingan dan tempat pelatihan kerja bagi para pengangguran supaya bisa mebuka usaha-usaha sendiri. Istrinya merupakan aktifis lingkungan yang juga pandai memanfaatkan barang bekas yang dapat di daur ulang. Ia juga menyediakan fasilitas perpustakaan umum bagi para anak-anak jalanan. Bagas tak pernah lupa dengan jasa orang-orang di sekitarnya. 


Hingga akhirnya ia dan juga istrinya dikenal sebagai cahaya dalam kegelapan yang menuntun orang-orang pada hidup yang lebih baik. Agen perubahan, permata mulia nan indah yang sangat berharga bagi negeri ini. 


Semua orang bisa menjadi agen perubahan, asalkan jangan pernah takut untuk memulai, rajin belajar, dan mengenang jasa-jasa orang disekitar kita. Jangan pernah berhenti ditengah jalan karena suatu masalah yang menurut kita sangat berat, karena siapa tau dibalik masalah itu ada kesuksesan yang jauh lebih besar dibanding kesulitan yang kita hadapi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar