Sabtu, 09 April 2022

Alkan

 Alkana

Cerpen karya: M. Khusnul Abid



 


Gambar: google




“Nggak! Bapak nggak setuju!” 

 “Tapi Pak, Ahad legi itu hitungannya pas. Sesuai dengan hitungan weton kita”

 “Pokoknya hari Selasa legi, titik”

 “Hem, ya sudah terserah Bapak saja. Jadi direnovasi apa tidak rumah ini, Ibu ikut keputusan Bapak”

 “Tapi Bu, kita harus benar-benar cermat dalam menentukan hari itu. Sebab rumah ini akan kita tempati seumur hidup kita”

 “Cermat ya cermat Pak. Masak tiga bulan hanya mencari hari saja”

 Mendengar cekcok orang tuanya, kepala Aga rasanya ingin pecah. Tak jarang dia lebih memilih kencan dengan tunangannya daripada harus mendengar kata-kata aneh orang tuanya. 

 “Mau kemana kamu Ga?” Tanya Pak Seno.

 “Biasa Pak, keluar sebentar” Jawab Aga Santai.

 Ayu Maheswari, atau Ayu adalah gadis beruntung yang diterima Pak Seno menjadi calon mantunya setelah melewati seleksi perhitungan weton yang ketat. Sebelum Ayu, ratusan gadis ditolak mentah-mentah oleh Pak Seno karena hitungan weton mereka tak cocok dengan Aga.

 “Kenapa to Mas, kelihatannya manyun gitu?” Ayu penasaran dengan sikap calon suaminya yang tumben tak bergairah saat menemuinya.

 “Biasa Dek, Bapak dan Ibu rebutan hari untuk merenovasi rumah Mas” Aga menjawab sambil memijit kepalanya.

 “Lha, kirain mikirin apaan. Tapi Mas, orang tua mas itu lucu deh. Masak dia mau menerima aku hanya karena hitunga weton kita pas” Gadis berhidung mancung dengan mulut tipis tapi seksi itu tertawa mengingat masa di mana Ia diterima Pak Seno menjadi calon mantunya.

 “Tau tuh, tapi Mas salut dengan mereka. Walaupun sering cekcok, tapi mereka tak pernah kepikiran untuk berpisah. Mungkin karena patung kayu Rama yang terikat dengan Dewi Sinta saat pernikahan mereka dulu masih kuat sampai saat ini” 

 “Ah, Mas ngaco ih. Masak hanya karena patung kayu hubungan bisa jadi awet” Ayu mencubit lengan Aga bersamaan dengan senyuman manisnya.

 “Ish, sakit tau. Ya kan siapa tahu. Orang dulu kan memang begitu. Masih percaya dengan hal-hal tahayul seperti itu” Aga cengengesan sambil menatap wajah calon Istrinya itu.


 Matahari telah beristirahat di arah barat. Rumah Pak Seno terlihat sunyi. Tapi di dalam rumahnya mereka tengah berkumpul di ruang tamu. Alis Pak Seno beradu menjadi satu. Bu Parti yang biasanya cerewet, kini bungkam seribu bahasa. Keringat dingin menetes dari pori-pori Aga. 

 “Jadi gimana ini?” Pak Seno memulai pembicaraan.

 “Aga ikut keputusan Bapak saja” Aga panik. Ia takut pernikahannya gagal hanya karena ia tetap ngeyel dengan keputusan hari pernikahannya.

 “Bagus. Bapak sudah menemukan hari yang cocok untuk pernikahanmu. Bagaimana menurut Ibu?” Pak Seno menunjukkan selembar kertas berisi perhitungan weton hari pada istrinya. 

 “Ibu setuju Pak” Ibu Parti pasrah dengan keputusan suaminya. 

 Sementara keluarga Ayu hanya mengikuti keputusan keluarga Aga. Mereka tak berani mengambil keputusan karena mereka keluarga mempelai wanita. Mulai dari lamaran, hari, sampai proses adat pernikahan keluarga Agalah yang mengatur. 

 Detik waktu telah berlalu. Hari yang dinanti Aga telah tiba. Tamu undangan telah duduk rapi menikmati proses demi proses acara resepsi adat jawa itu. 

 “Ku ikat tali yang terikat di patung Ramaku ini pada patung Dewi Sintamu. Harapanku, semoga hubungan kita akan tetap terikat sampai maut memisahkan kita. Dan semoga, hanya dirimulah satu-satunya wanita yang kuikat untuk menemaniku di sisa hidupku” Gombalan Aga diikuti tepuk tangan dan sorakan dari para undangan menambah keseruan acara resepsi mereka. 

 “Ish kamu Mas, malu tau didengar banyak orang” Ayu tersenyum sambil menundukkan kepala. 

 Lampu-lampu rumah warga telah menyala. Seorang gadis perwakan ramping tengah menyusuri jalan menuju rumah Aga. 

 “Assalamualaikum” Gadis itu mengetuk pintu rumah Aga. 

 “Waalaikum salam. Eh, silakan masuk Nak. Ga! Aga! Lihat siapa yang datang” Bu Parti berteriak memanggil anaknya yang tengah menikmati malam pertama.

 “Siapa sih, ganggu aja. Baru mau dibuka” Aga keluar meninggalkan istrinya yang masih duduk di pinggir ranjang. 

 Di kamar, Ayu tengah panik. “Siapa gadis malam-malam begini bertamu. Atau dia mantan Mas Aga yang mau meminta balikan?” 

Ayu melangkahkan kakinya menyusul suaminya. Dia terus saja kepikiran gadis itu. “Kalau memang benar, tega kamu Mas. Mana janjimu Mas”


Moh. Khusnul Abid 

Salatiga, 01 April 2022

1 komentar:

  1. Ceritany bagus,menceritakan orang dahulu pada konteks sekarang. Namun, klimaksnya belum dapet dan fokus ceritanya blum jelas. Semangad terus mas Abid dan kawan2 KATABA 💪😁

    BalasHapus