Rabu, 27 April 2022

Man Jadda Wa Jada

 
Sumber:Google. com


Man Jadda Wa Jada

Oleh: Winutami Khoirunnisa

"Juara lomba menulis essay tingkat Nasional tahun ini ialah...." Ucap pembawa acara sambil melihat kertas yang berisikan nama naman peserta yang menjadi juara menulis essay.

     Semua penonton dan peserta terlihat tegang. Bagaimana tidak, lomba ini ialah lomba menulis paling bergengsi di Indonesia. Lomba ini juga memberikan hadiah yang luar biasa kepada juara pertama yaitu beasiswa kuliah gratis di Universitas Indonesia. Aku adalah salah satu perwakilan dari SMA Negeri 1 Serang yang mengikuti lomba ini.

    Oh iya, namaku Callista Anindya. Putri dari seorang ayah yang bekerja sebagai montir dan seorang ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Mereka adalah orang yang paling berharga dalam hidup ku dan aku tidak mau membuat mereka sedih. Aku sangat berharap untuk bisa memenangkan lomba ini agar mereka bangga kepada ku.

"Juara lomba essay akan diumumkan setelah istirahat makan siang" ucap pembawa acara

"Apakah aku akan menjadi juara? ahh setidaknya nya aku dapat juara ketiga. Tetapi, juara ketiga tidak mendapatkan beasiswa. Apa aku bisa menjadi juara pertama dan mendapatkan beasiswa yabg aku impikan selama ini?"

  Semua pertanyaan ini berputar di dalam pikiran ku. Aku merasa tidak yang bisa memenangkan lomba ini.

"apa yang sedang kamu pikirkan nak?" tanya bapak

  Aku hanya menggeleng, tidak ingin mengecewakan mereka. Aku harus yakin, aku pasti bisa.

"Jika kamu tidak percaya diri dengan karyamu, bagaimana kamu bisa menang? Ingat! Man Jadda Wa Jada. Siapa yang akan bersungguh-sungguh, pasti akan mendapatkannya" Ucap ayah sambil memegang bahuku 

Allahu akbar Allahu akbar 

Adzan dhuhur berkumandang, ayah langsung mengajak aku dan ibu untuk shalat berjamaah di masjid terdekat. Shalat pun usai, aku dan ibu bergegas membereskan mukena dan keluar dari masjid.

"Ibu, dimana ayah?" 

"Ibu tidak tahu nak" 

Uhuk, uhuk, terdengar suara orang batuk dari kamar mandi. Aku dan ibuku langsung bergegas ke kamar mandi. Ternyata, suara pria batuk yang kudengar ialah suara batuk dari ayahku. 

"Ayah. Ayah kenapa? Ayah sakit?"

         Melihat ayah memuntahkan darah di lantai kamar mandi. Ayah hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum kepadaku.

"Ayo kita antar ke rumah sakit. Nanti biar pihak penyelenggara yang urus," ucap seorang pria yang tidak lain ialah pembawa acara lomba tadi. 

      Kami langsung menyetujui dan membawa ayah ke rumah sakit dengan mobil si pembawa acara. Aku tidak lagi memikirkan soal lomba essai itu. Yang terpenting sekarang ialah keselamatan ayah terlebih dahulu. Ayah langsung di bawa ke ruang Unit Gawat Darurat. Aku, ibu dan si pembawa acara menunggu di luar.

"Aku tidak mau ayahku sakit. Aku hanya ingin ayah dan ibu bahagia. Jika aku tidak mengikuti perlombaan ini, ayah pasti tidak sakit seperti ini," pikirku yang mulai menyalahkan diri sendiri

     Aku merasakan ada yang memegang bahuku. Aku perlahan menoleh dan rupanya si pembawa acara yang memegang bahuku.

"Apa yang kau pikirkan anak muda?" tanya si pembawa acara 

       Aku hanya menggelengkan kepala. Aku berusaha untuk tidak membagikan kesedihanku pada orang lain.

"Kamu harus tetap tersenyum, nak. Kamu adalah anak muda yang hebat. Mengapa aku berkata demikian? Karena kamu adalah anak termuda yang berhasil sampai tahap terakhir lomba ini. Aku sebagai pembawa acara memberikan selamat padamu anak muda,"

"Selamat? Untuk apa pak?" 

Krieet.... Pintu ruang UGD pun terbuka. Dokter beserta suster keluar dari ruang tersebut.

"Bagaimana kondisi ayahku, dok?" 

"Kondisinya baik-baik saja. Hanya saja, ayahmu butuh istirahat sekarang. Ayahmu juga menitip pesan bahwa kamu harus segera kembali ke panggung," ucap dokter. "Oh, tidak usah dok" 

"Iya, dok. Tidak usah. Aku juga pasti kalah. Lebih baik aku di sini sembari menunggu ayahku" 

"Bukan begitu, anak muda. Justru karena kamu juaranya, kamu tidak usah repot-repot kembali ke panggung" 

"Serius, pak? Aku juara? Juara pertama?” 

“Iya, benar. Kamu juaranya"

       Aku langsung memeluk dan menangis di pelukan ibuku. Aku tidak bisa menahan tangis bahagia ini. Aku tidak menyangka kalau aku bisa iadi juara di lomba yang paling bergengsi ini.

     Ternyata benar ucapan ayah, Man Jadda Wa Jada. Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya. Hasil jerih payahku belajar selama ini membuahkan hasil yang luar biasa. Doaku yang selama ini kupanjatkan rupanya dikabulkan oleh Allah swt. dan yang terpenting ialah doa dari kedua orang tuaku yang membuatku jadi juara.

"Bu, Amanda juara. Amanda Juara. Amanda bakalan kuliah gratis, Bu!"

"Iya, nak. Nanti sampaikan berita bahagia ini pada ayahmu, ya."

"Siap, bu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar