Ketika Adab Lebih Tinggi Daripada Ilmu
Oleh: Mely Tri Astuti
Menjadi seorang Santri itu suatu kenikmatan yang tiada duanya. Seorang Santri bisa menolong kedua orang tuanya di Akhirat kelak, Apalagi seorang Santri Tahfiz. Tidak semua anak bisa dan mau tinggal di Pesantren mengabdi menjadi seorang Santri. Karena begitu berat cobaannya. Namun seorang Santri yang takdzim dan patuh pada guru gurunya, pada pengasuh, para Ulama, pasti akan mendapatkan kenikmatan tersendiri.
Di sebuah Pesantren besar yaitu pondok Pesantren Salafiyah, Jombang Kediri, ada salah satu Santri putri yang berbeda dari santri santri lainnya. Dia bernama Halimah, seorang santri putri yang sangat Rajin, dan takdzim. Halimah berasal dari sumatra utara, keinginnannya menjadi seorang Santri yang mulia adalah cita citanya, sehingga dia merantau di Jombang, kediri. Halimah juga bukan berasal dari orang kaya, namun halimah memiliki keinginan kuat menjadi Santri. Agar bisa membawa kedua orangtuanya ke Surga kelak.
Setiap Hari, setiap pagi hari para Santri Santri melakukan piket harian. Mereka melakukan piket harian dengan tergesa gesa, karena mereka harus bersiap siap untuk berangkat ke Sekolah. Namun berbeda dengan Halimah, Setiap hari Halimah bangun pukul 3 pagi lalu melakukan salat Tahajud, tidak lupa Halimah Mandi sebelum Subuh karena begitu banyak manfaatnya dan juga karena akan pergi kesekolah. Halimah tidak suka jika setelah waktu Subuh harus mengantre untuk mandi. Karena di waktu itu banyak sekali para Santri yang mandi, dan tentunya mandi pun terburu buru. Dan Halimah pun juga sudah mempersiap keperluan sekolahnya pada malam hari.
Ketika waktu pagi hari, melaksanakan piket, Halimah tidak tergesa gesa karena Halimah sudah mempersiapkan semuanya sebelum Subuh. Dan Halimah pun melaksanakan piket dengan tenang dan ikhlas. Ketika Para Santri sudah selesai melaksanakan piket dan bersiap siap sekolah, tetapi Halimah tidak. Dia tetap melanjutkan membersihkan tempat yang tadinya belum selesai dibersihkan oleh temannya. Dengan ikhlas dan tulus Halimah membersihkan tempat tempat yang belum bersih.
Delapan tahun Sudah Halimah tinggal di pondok pesantren, Halimah seorang yang rajin, disiplin dan Takdzim kepada Ustadz dan Ustadzahnya. Ketika sedang berjalan dan berpapasan dengan Ustadz dan Ustadzahnya halimah selalu menundukkan kepalaya. Ketika berbicara dengan Ustad dan Ustadzah Halimah selalu bersikap sopan, berbicara dengan bahasa krama dan menjaga perasaan. Begitu juga dengan teman temannya, Halimah selalu bersikap baik pada temannya, membantu temannya yang merasa kesulitan, Halimah pun disenangi teman temannya karena kebaikannya.
Suatu hari Bu Nyai (Pengasuh ) pondok Salafiyah sedang duduk di teras depan rumahnya, tiba tiba saja Hujan deras disertai angin. Tanpa disengaja Syal (kain selempang leher ) yang dipakai Bu Nyai tiba tiba saja tertiup angin. Bu Nyai terkejut dan seketika sedih karena Syal itu pemberian dari Suaminya yang beliau selalu pakai setiap waktu. Kemudian Bu Nyai memanggil para santri santrinya,,
“ Kang kang, mbak mbak nyuwun tulung banget Syal (kain selempang leher( Ibu tertiup Angin..” ucap Ibu Nyai pada Santri Santrinya sambil menangis.
Karena Hari itu bertepatan dengan hari Jum'at pada pukul 12 siang, bertepatan para Santri putra sedang melaksanakan Salat Jum'at. Maka Bu Nyai menunjuk Salah satu Santri yang lebih Senior dan telah lulus Sarjana yaitu Farida. Namun hujan deras disertai petir dan angin, yang membuat Farida ragu ragu untuk mencari Kain Bu Nyainya..
Bu Nyai menjadi tambah sedih karena belum ada Santri yang mau menolongnya. Tanpa pikir Panjang Halimah memberanikan diri menolong Bu Nyai mencarikan Syal yang hilang.
“Nyuwun Ngapunten Ibu, kula mawon sing ajeng mendhetke Syal Bu Nyai.” Kata Halimah sambil mencium tangan Bu Nyai.
Ibu Nyai pun menganggukkan Kepala dengan sedikit khawatir pada Halimah karena hujan semakin deras.
Dari sudut demi sudut Halimah mencari Syal, namun belum juga ditemukan. Rasa lelah, dingin seperti akan sakit. Walaupun petir terus menyambar dan hujan semakin deras, Halimah tetap mencarinya. Seketika Halimah beristirahat di sebuah Gazebo dekat Lapangan, saat Halimah ingin duduk bersadar tiba tiba saja ada yang jatuh dan mengenai wajah Halimah. Tak disangka ternyata itu Syal Bu Nyai yang sedang dicarinya. Halimah merasa Lega dan senang. Halimah langsung bergegas kembali ke pondok.
Sesampainya di pondok, sudah ramai sekali para santri putra maupun putri, Mereka khawatir pada Halimah dan berniat mencarinya. Tapi Alhamdulillahnya Halimah sudah pulang.
“Ngapunten Ibu Nyai, niki Syal Bu Nyai meniko.” Ucap Halimah pada Ibu Nyai sambil memberikan Syal dengan badan dan tangan yang menggigil (gemetar) kedinginan.
Ibu Nyai pun merasa terharu dengan sikap Halimah, Ibu Nyai memeluk Halimah dengan penuh kasih sayang. Halimah pun juga merasa terharu, Halimah bersyukur bisa membantu Ibu Nyai.
Karena ketakdziman Halimah yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk berbakti pada Ibu Nyainya ( Gurunya) maka Ibu Nyai memberikan Sebuah hadiah yang istimewa.
“Halimah, kemarilah nak. Ibu akan memberikanmu hadiah, Karena kamu telah menolong Ibu, maka Ibu akan membiayai sekolah mu hingga sampai Sarjana. Dan kamu juga tidak perlu membayar pondok. Semua Ibu berikan gratis untukmu.” Ucap Ibu Nyai pada Halimah dihadapan semua santti”nya.
Halimah yang mendengar itu seperti tidak percaya, seperti mimpi, Namun ini nyata. Walaupun Halimah sudah memohon untuk menolak, karena Halimah menolong Ibunya dengan Ikhlas. Nmun Ibu Nyai tetap memberikannya. Halimah pun tak bisa apa apa, Dan Akhirnya Halimah menerima Beasiswa Dari Ibu Nyainya.
Tak terasa 4 tahun sudah Halimah menjalani Perkuliahan dan kini telah menjadi Sarjana. Walaupun sudah menjadi Sarjana dan rencananya Halimah akan mendaftar menjadi PNS( pegawai negeri sipil) Namun Halimah tetap mengabdi di pondok Milik Ibu Nyainya. Seperti kata para Santri” Ngaji, Ngopi, Ngabdi, Ngrabi.”
Dan benar saja itu terjadi, Suatu hari Halimah dipanggil Ibu Nyainya. Dan Halimah pun memenuhi panggilan Ibu Nyainya. Tak disangka teryata Halimah dipanggil Ibu Nyai karena Anak dari Ibu Nyai ingin Ta'aruf dengan Halimah. Halimah sampai pingsan seketika ketika mendengar kata Ta’aruf.
Kemudian Anak dari Ibu Nyai yaitu Gus Apang menjelaskan maksudnya yaitu Dia sudah lama suka dengan Halimah, dari semenjak Halimah mondok disini hingga kini menjadi Sarjana. Gus Apang tidak peduli dari mana asalnya, keturunannya. Gus Apang melihat ketulusan dan kebaikan dari Halimah.
Dan ternyata Halimah diam diam juga menyukai putra dari Ibu Nyainya, namun Halimah tidak terlalu berharap karena Dia putra Kyai orang yang dihormati. Sedangkan Halimah hanyalah orang biasa namun memiliki hati yang tulus.
Namun itu bukan kendala utuk tidak Ta'aruf. Gus Apang tetap ingin Ta'aruf dengan Halimah walupum umur mereka berbeda 3 tahun. Halimah pun tidak bisa menolak karena dalam hatinya juga memiliki perasaan yang sama.
Tags:
Cerpen