Kamis, 14 Maret 2024

Cinta Beda Agama

 CINTA BEDA AGAMA

Oleh: Awaliyah Nur Azizah




Jakarta, 05 Januari 2020

Tina dan Budi, Inilah nama kami yang merupakan teman sekelas sejak dulu. Kami berdua selalu bersama dalam hal bercanda, tertawa, banyak hal lainnya. Kami memliki banyak kesamaan, naum satu hal yang membuata kita berbeda yaitu terhadap kepercayaan. kami merupakan teman satu sekolah dan rumah kami pun terbilang tak terlalu jauh bisa dikatakan Sebuah perasaan telah timbul sejak lamanya, hanya saja kami tak tau bagaimana mengeluarkan perasaan ini dengan mengungkapkannya.

Mentari mengintip dan malu-malu meberikan sinarnya, Budi yang tengah mengayuh sepeda pun tanpa sengaja melihat Tina yang tengah berdiri melakukan gerakan pemanasan didepan gerbang rumahnya. Budi yang secara kebetulan melihat Tina itu, seketika berinisiatif untuk menghampirinya.

 “Oh, Hai Tina”, sapa Budi.

“Hai juga Budi”

”Apakah kau sibuk untuk malam ini?”, tanya Budi

“mmm…, sepertinya tidak. Kenapa?”, jawab Tina

“itu….Aku hanya ingin mengajak mu makan malam di luar. Apa kau bisa? Tapi kalau kau tidak bisa juga tidak apa-apa, takut mengganggu waktu rebahan mu hehe”. kata Budi sambil menggaruk belakang lehernya dengan canggung

“ oh, ternyata kau ingin mengajak ku makan malam. Hm, sepertinya bisa”, jawab Tina

“kalau begitu ku jemput pukul 8 malam”, sahut Budi yang kemudian berpamitan kepada Tina dan tidak sabar menunggu malam nanti tiba.

Tibalah dimana telah menunujukkan tepat pukul 8 malam. Budi yang sedikit gugup memberanikan dirinya untuk menjemput Tina dengan mobil yang dikendarainya. Alangkah terpesonanya Budi ketika melihat Tina sang pujaan hatinya yang berpenampilan lebih cantik dari biasanya.

 “ekhem, kau terlihat cantik sekali malam ini Tin” Puji Budi dengan malu-malu

“Benarkah, terimakasih. Kau juga ” puji Tiba balik

“Baiklah, ayo” ajak Budi sambil membukakan pintu mobilnya untuk Tina

“Terimakasih” ucap Tina


Tak banyak obrolan antara budi dan Tina selama menempuh perjalan, Budi yang mencoba mencairkan suasana pun sesekali hanya berdehem untuk menunjukkan atensi dari si Tina

“Oh ya, setelah makan malam apakah kau tak keberatan jika kita mampir ke taman sebentar?”, Tanya Budi tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

“Tentu saja, lagipula hari ini cuaca tidak buruk juga”, balas Tina.


SKIP

Centeral Park, Pukul 22.00 WIB

Budi telah menanti-nanti momen ini, terselip keinginan Budi untuk mengutarakan apa yang telah ia pendam di benaknya. 

“Sebenarnya itu Tin, mungkin ini terlalu cepat untuk kau menerima fakta ini. Tapi ini terlalu untuk aku yang terbebani atas perasaan ini”, ungkap Budi. Yang membuat Tina bingung akan ucapannya.

“Hah? maksudnya gimana Budi? “ tanya Tina keheranan. 

Budi pun menghela nafas untuk memadamkan Tina terhadap perasaannya. 

“Tin, aku sudah tidak sanggup untuk menahan semua ini, aku sudah tak sanggup menyembunyikan perasaan terhadapmu. Terus terang saja, aku ingin kau untuk menjadi rumah nyaman ku”. Jelas Budi dengan mantap. 


Alangkah terkejutnya Tina selama ini apa yang dirasakannya ternyata dirasakan oleh Budi juga. tanyakan saja apa Tina senang?, ya itu tentu. Tapi ada suatu hal yang membuat Tina berat dalam mengedepankan ego untuk menerima cinta mereka. Tina mencoba mencari kebohongan dalam mata Budi, tapi nihil kebohongan itu tak terlihat dalam mata si Budi tetapi memperlihatkan tatapan penuh harapan dan keyakinan. 


“ Budi, sepertinya aku tidak yakin terhadap hal ini”, ungkap Tina yang membuat Budi merasa harapannya hilang seketika.

“Kenapa? Ku pikir perlakuanmu selama ini menunjukkan bahwa kau memiliki perasaan terhadapku, ternyata selama ini aku salah dalam menafsirkan perbuatanmu” Ungkap Budi dengan kecewa. Apa yang dikatakan Budi membuat hati Tina sedikit terkoyak, tapi dalam hal ini Tina juga tak bisa berbuat apapun. 

“Bud, jujur saja memang aku memiliki rasa terhadapmu, tapi aku tidak bisa menerima apa yang kau mau”, ucap Tina sambil menundukkan kepalanya

“ Kenapa?”, tanya Budi dengan lemah dan raut wajah penuh kekecewaan. 

“ Kau tau, mungkin kita memang banyak memiliki kesamaan dan sering bersama. Tapi beratnya dalam hal ini adalah kita yang tak bisa bersatu karena perbedaan terhadap keyakinan kita” Jelas Tina sambil berkaca-kaca. 

“Kita bisa merubahnya Tin, aku yakin kita bisa” Bujuk Budi terhadap Tina. 

“ Tidak Bud, kau tau sendiri agamamu melarang untuk menjalin hubungan dengan orang yang berbeda terhadap keyakinanmu, begitupun aku”, jelas Tina yang mencoba meyakinkan Budi agar ia tidak salah paham dengan perasaannya. 

“ Aku sudah tak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun, lebih baik ayo kuantar kau pulang”, ucap Budi yang langsung membalikkan badan berjalan mendahului Tina untuk menuju mobilnya. Bagaimana keadaan Tina, tentu saja ia kecewa, sedih dan semua campur aduk isi hatinya. Setetes air mata tanpa sengaja meluncur dan jatuh setelah Budi meninggalkan Tina berdiri sendiri di tengah taman. Tina segera mengusap kasar air matanya dan segera menyusul langsung kaga Budi yang telah jauh didepan sana. 




Perjalanan terasa sunyi tak ada obrolan sepatah kata pun antara Budi dan Tina. Mereka larut dalam pikiran mereka masing-masing sejak ungkapan itu dimulai hingga akhirnya mobil Budi telah berhenti di depan gerbang rumah Tina, mereka masih diam dan tak mengatakan sepatah kata apapun. Beberapa menit berlalu dalam keterdiaman akhirnya Budi mencoba untuk memulai pembicaraan kembali. 


“Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sekarang, tapi aku mencoba menerima apapun keputusanmu” Ucap Budi yang akhirnya menolehkan kepalanya ke arah Tina sambil bersandar di bangku kemudi. Tina mencoba menguatkan hatinya, ia telah memikirkan keputusan ini dengan matang-matang selama perjalanan pulang tadi. 

“Aku tau, ini berat untuk kita. Aku tau kau tidak akan mencoba meninggalkan agamamu dan begitu pula aku. Kau tadi berkata akan mengikuti apapun itu keputusanku, tapi aku tidak tau akankah kau akan menerima keputusan ini. Tapi bukankah lebih baik jika kita mengikuti keyakinan kita masing-masing?” ungkap Tina yang akhirnya menghadap ke arah Budi. 

Budi mengusap wajahnya dengan kasar, ia masih sedikit belum Terima dengan keputusan ini. 

“Aku tak tau, tapi aku begitu mencintaimu Tina”

“Sudah kuduga kau tak menerima keputusan ini, tapi ini lah keputusan terbaiknya. Jangan sampai kita mengedepankan ego kita untuk bersama tapi malah menghancurkan dua keluarga Bud”, jelas Tina lagi yang hampir saja kembali meneteskan air matanya

“Huft, berat ya. Sebegitu cintanya aku kepadamu sampai aku mau menentang aturan dalam agamaku hahaha” kata Budi sambil tertawa kecil dengan getir. Tina hanya diam tak bersuara ia membiarkan Budi untuk mengatakan banyak hal terlebih dulu untuk mengeluarkan emosi dalam jiwanya. 

“Baiklah, mungkin hanya ini yang bisa kulakukan untuk menjaga kepercayaanmu. Tapi satu hal yang ku minta darimu”.

“Apa itu?”, tanya Tina

“ Aku tak ingin setelah ini kau berubah dan menjauhiku. Aku ingin tetap seperti kemarin dimana kita masih tertawa, sedih, dan menghabiskan waktu bersama”, pinta Budi

“Keinginanmu akan aku kabulkan sebagai bukti aku juga mencintaimu”, balas Tina dengan senyuman cerah, yang dibalas oleh Budi senyuman pula. Mereka saling mengerti bahwa cinta itu tidak hanya didasarkan pada kesamaan, sepemikiran, ataupun lamanya waktu bersama. Tapi Cinta itu bisa didasarkan atas rasa saling rela dan ikhlas terhadap keputusan orang yang dicintai. 


Salatiga, 14 Maret 2024

Tidak ada komentar:

Posting Komentar