Senin, 18 Maret 2024

Disela Waktu

 DiSela Waktu

Karya : Djuwita Nur Rohmah 

Sumber google 


Di tengah hiruk-pikuk kota metropolitan, hiduplah seorang pemuda bernama Fathan. Fathan adalah seorang mahasiswa yang tengah menyelesaikan studinya di sebuah perguruan tinggi terkemuka. Ia tinggal sendiri di sebuah apartemen kecil di pinggiran kota, jauh dari keluarganya yang tinggal di kampung halaman.


Setiap hari, Fathan harus berjuang melawan kepadatan lalu lintas dan tumpukan tugas kuliah yang menumpuk. Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang selalu membuatnya semangat: pertemuan rutinnya dengan seorang kakek tua di sebuah taman kecil di tengah kota.


Kakek itu, bernama Pak Joko, adalah seorang pensiunan guru yang telah mengabdikan hidupnya untuk pendidikan. Meskipun usianya sudah lanjut, semangatnya untuk belajar dan berbagi tetap membara. Setiap sore, Fathan dan Pak Joko akan duduk bersama di bangku taman, sambil berbincang-bincang tentang berbagai hal, mulai dari sastra hingga filsafat.


Suatu hari, ketika sedang asyik berdiskusi tentang makna kehidupan, Pak Joko tiba-tiba bertanya pada Fathan, "Bagaimana menurutmu, apa yang paling penting dalam hidup ini?"


Fathan terdiam sejenak, lalu menjawab, "Bagi saya, yang paling penting dalam hidup adalah memiliki tujuan yang jelas dan berusaha untuk mencapainya."


Pak Joko tersenyum, "Pandanganmu itu tidak salah, tetapi jangan lupa bahwa hidup juga tentang bagaimana kita menikmati prosesnya. Terlalu fokus pada tujuan bisa membuat kita kehilangan momen-momen indah di sepanjang perjalanan."


Kata-kata Pak Joko membuat Fathan terdiam lagi. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu sibuk mencari keberhasilan tanpa sempat menikmati perjalanan hidupnya. Dari situlah, Fathan belajar untuk lebih bersyukur atas setiap momen yang ia miliki, baik itu suka maupun duka.


Hari berganti hari, dan pertemuan antara Fathan dan Pak Joko pun terus berlanjut. Meskipun kadang-kadang terhalang oleh kesibukan masing-masing, namun keduanya selalu berusaha untuk tetap menjaga hubungan tersebut.


Suatu hari, ketika Fathan datang ke taman, ia tidak menemukan Pak Joko di tempat biasanya. Ia mencari-cari ke sekeliling taman, namun tak ada tanda-tanda keberadaan kakek itu. Fathan pun mulai khawatir.


Setelah mencari selama beberapa jam, akhirnya Fathan menemukan Pak Joko terbaring lemah di bangku taman. Ia segera memanggil bantuan dan Pak Joko pun segera dibawa ke rumah sakit.


Di rumah sakit, dokter memberitahu Fathan bahwa kondisi Pak Joko cukup serius dan ia membutuhkan perawatan intensif. Fathan pun sangat khawatir, namun ia tetap berusaha untuk tetap optimis.


Selama Pak Joko dirawat di rumah sakit, Fathan setia menemani dan merawatnya. Ia membacakan buku, mengobrol, atau hanya sekadar duduk bersama di samping tempat tidur Pak Joko. Meskipun Pak Joko tidak bisa berbicara banyak karena kondisinya yang lemah, namun tatapan matanya selalu penuh makna.


Suatu malam, ketika Fathan sedang duduk di samping tempat tidur Pak Joko, kakek itu tiba-tiba menggenggam tangan Fathan dengan erat. Dengan susah payah, Pak Joko mengucapkan kata-kata terakhirnya, "Terima kasih, Fathan, untuk semua yang telah kamu lakukan. Ingatlah, hidup adalah tentang bagaimana kita memberi arti pada setiap detiknya."


Dengan air mata mengalir di pipinya, Fathan membalas, "Terima kasih, Pak Joko, atas semua pelajaran berharga yang telah Anda berikan padaku. Anda akan selalu menjadi inspirasiku."


Setelah itu, Pak Joko pun menghembuskan nafas terakhirnya. Fathan merasa kehilangan yang sangat besar, namun ia juga merasa bersyukur karena telah diberi kesempatan untuk mengenal dan belajar dari sosok yang luar biasa seperti Pak Joko.


Dari kisah ini, Fathan belajar bahwa hidup bukanlah sekadar tentang mencapai tujuan, tetapi juga tentang bagaimana kita memberi arti pada setiap detiknya. Dan di antara hiruk-pikuk kehidupan ini, ada waktu yang harus kita sisihkan untuk merenung, belajar, dan berbagi dengan orang-orang di sekitar kita. Karena di situlah sebenarnya letak kebahagiaan sejati.

                                                       Salatiga, 18 Maret 2024

Tidak ada komentar:

Posting Komentar