Selasa, 26 Maret 2024

Rinai

Oleh : Ahmad Syihabuddin

 “Tas,tas,tas." Suara tetesan air hujan yang terus membasahi bumi, tapi sepertinya bukan hanya langit yang berhujan, bukan hanya bumi yang basah, Tapi hati seseorang pun sama, pipi itu mulai basah oleh eluh,"Byar,byar,byar," langkah kaki itu menginjak genangan air, Langgas berhenti diatas jembatan yang sepi sambil mengeluarkan semua eluhnya di antara rinai. Ia menangis dalam derasnya hujan, hanya ia sendiri yang tau kalau ia tenga menangis, semua orang tak berhak tau. Cukup rahasia ini hanya Tuhan yang lebih tau. "Aaaahhh." Langgas menggerang mengeluarkan semua beban yang menghantui pikiranya. Lantas kepalanya tertunduk, tiba tiba hujan seolah berhenti atau ada yang sengaja menghalangi, ketika Langgas mendongak. Diatas kepalanya sebuah payung violet menghalangi jatuhnya air hujan. Ia pun langsung menoleh kebelakang, ternyata itu Arunika, ia yang memayungi Langgas.

"Kenapa kamu di sini?" Tanya Langgas. 

"Aku tau kau pasti di sini ketika kau sedang ada masalah." Jawab Arunika.

"Aku baik baik saja, jangan khawatir," balas Langgas sambil tersenyum dengan topeng senyumnya.

"Kau tak akan bisa menyembunyikan tangis itu di depanku Langgas. Dan kamu tak akan pernah bisa menyembunyikan sedih itu di balik senyum kamu. Aku tau semuanya. Aku tau kau sedang tersakiti, cobalah cerita padaku mungkin aku bisa bantu." Ucap Arunika.

"Nggak perlu khawatir Arunika, aku baik baik saja kok. Lagian kenapa km kesini, bukanya ini jadwal kamu kerja?" Langgas tersenyum pahit, dan ia tak tau kenapa Arunika ke sini. Dia bukan tipe orang yang suka bolos kerja bukan. tiba tiba tangan Arunika mengusap air dipipi langgas dengan lembut. Langgas sontak membeku. Terdiam sesaat.

"Ini bukan air hujan, aku tau ini pasti eluhmu kan?" Terka Arunika.

"Jangan sok tau deh,"elak langgas. Ia tak ingin Arunika tau. Mereka pun sudah tak ada hubungan sejak satahun yang lalu. Lalu kenapa dia bisa balik lagi.

"jangan mengelak langgas aku tau semuanya, kamu di putusin Kayla kan?"

Malam itu Tengah hujan. Tapi Guntur, atau sekedar kilat saja nggak ada. Tapi tubuh Langgas seolah tersengat pertir. Langgas membeku di tempat, kenapa Arunika bisa tau, apa di selalu memperhatikanku. Bagaimana ia tau, padahal tak pernah ada makhluk yang ku beri tau rasa sakitku. Aku ingin merasakan semuanya sendirian. Pikiran Langgas berperang. Antara memberi tahu atau diam dengan rasa sakitnya. Tapi ternyata dia memilih menyerah.

"Iya aku sedang terluka, aku putus dengan Kayla." Ucap Langgas berat. Lantas tertunduk lagi.

"Angkat kepalamu Langgas , jangan merasa tersakiti jangan patah hati, kamu kuat, kamu hebat. Buat apa km menangisi cewek yang tidak bisa menerima keadaanmu sendiri. Buang jauh jauh wajah memuakkanya. Dan sekarang coba kamu tulis di atas air semua masalahmu," ucap Arunika. Langgas hanya terdiam. Dia lebih banyak meratapi di banding berbicara.

"Kenapa?" tanya langgas bingung.

"Udah tulis aja" pinta Arunika , 

Langgas pun menuruti, ia menulis semua masalahnya di genangan air, tapi tiba tiba semua tulisan itu menghilang, dan menjadi semula, genangan itu seolah tidak terjadi apa apa. Hanya air yang berubah mengkeruh. Tapi dia tetap tenang, meski sempat terjadi getaran. Namun ia Kembali lagi asal semulanya. Rintik itu masih ada. Tapi Langgas bisa melihat air itu Kembali tenang. sekarang ia faham maksud Arunika, jadilah seperti air, sebanyak apapun masalah itu, tetaplah jadi diri sendiri, jangan terhanyut oleh semua masalah. Karena yang hadir belum tentu takdir. Dan yang terus ia kejar belum tentu mau di kejar. Hanya Lelah yang dapat. Sakit yang di terima. Tanpa ada feedback yang nyata.

"Terima kasih Arunika, untuk semuanya," kata Langgas lembut, sambil memandang mata lentik milik Arunika.

"Iya, sama sama" balas Arunika. Hujan masih mengguyur mereka berdua di atas jembatan. Pada akhirnya. Langgas menemukan jawabnya. Jawaban untuk semua hal. Bahkan soal hubungan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar