Gumbregan: Tradisi Petani Lokal Boyolali

Oleh: Ahmad Ridho Nasim

Boyolali merupakan daerah yang terkennal dengan kehijauannya karena banyaknya persawahan dan Perkebunan di daeerah tersebut, karena itu petani adalah pekerjaan lokal di daerah tersebut, sehingga Boyolali termasuk daerah yang banyak menghasilkan Buah-Buahan dan sayur-Sayuran yang melimpah ruah. Karena melimpahya hasil pertanian di daerrah ini, maka para petani di daerah tersebut memiliki tradisi untuk memngungkapkan rasa Syukur  mereka kehadirat tuhan yang maha esa dalam bentuk sedekah, agar orang-orang di sekitar mereka juga bisa menikmati hasil panen, tradisi ini di sebut dengan Gumbregan.

 Gumbregan adalah merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Boyolali. Tradisi Gumbregan sering kali digelar pada saat petani telah selesai mengelola hasil pertanian. Pada prakteknya sedekah Gumbregan menyuguhkan berbagai makanan khas hasil bumi setempat yang dikemas dalam satu rangkaian sesaji berupa Jadah Woran berasal dari beras ketan, ketupat luwar, serta aneka umbi-umbian. Umbi-umbian tersebut seperti ketela pohon, gembili, uwi, kimpul, ubi jalar dan ganyong. Inti tradisi Gumbregan berlangsung singkat. Pagi hari dilakukan dengan berdoa secara bersama-sama (kenduren), kemudian dilanjutkan dengan pemberian makanan ternak berupa bekatul yang sebelumnya telah di rebus.

Sebelum di  gelarnya acara tersebut para petani terlebih dahulu  rapat dengan kepala desa guna menentukan hari di gelarnya gumbrekan lalu mengumumkan kepada Masyarakat bahwa akan di gelar nya acara gumbregan. Di hari yang telah di tentukan, para petani akan mendatangi rumah kepala desa dengan membawa hasil panen mereka berupa buah-buahan dan sayur-sayuran dan kemudian di kemas dalam satu rangkaian sesaji berupa Jadah Woran berasal dari beras ketan, ketupat luwar, dan kemudian para petani dan Masyarakat sekitar membawa jadoh waron tersebut dengan keliling desa dan di iringi dengan musik dan tarian. Setelah itu para petani dan Masyarakat sekitar melaksanakan do’a Bersama sebagai wujud rasa Syukur, dan kemudian hasil panen tersebut di  bagikan kepada Masyarakat sekitar secara  adil.

Adanya tradisi ini bertujuan untuk menngindikasikan  rasa Syukur dan mempererat tali silaturohim, karena secara tidak langsung acara ini memiliki implementasi gotong royong, dengan di selenggarakannya tradisi ini mereka dapat  menginterpretasi betapa besarnya ni’mat Tuhan yang telah di berikan.

Kataba

KATABA : Komunitas Pegiat Literasi Santri Ma'had Al-Jami'ah KATABA adalah komunitas pegiat literasi di lingkungan Ma'had Al-Jami'ah IAIN Salatiga yang lahir pada 16 Maret 2017. Komunitas ini terbentuk dari inisiatif seorang mahasiswa kelas khusus Internasional (KKI) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, yaitu Muhammat Sabar Prihatin. Pengalaman dan prestasinya di dunia literasi yang membludak, mulai dari prestasi lokal hingga internasional, membuatnya tergugah untuk menyalurkan bakatnya. Setelah sekian kali mengikuti berbagai event literasi, akhirnya ia merasa terpanggil untuk menciptakan sebuah wadah yang menaungi kompetensi orang lain. Pada suatu event bernama Pelatihan Jurnalistik Santri Nusantara yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 2017, ia merasa terinspirasi untuk menyalurkan bakatnya dengan cara memberi jalan terang bagi mereka yang ingin menemukan potensi diri. Diciptakanlah sebuah komunitas literasi bernama KATABA.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama