Kehidupan di Pondok
Oleh: Ayu lu'liatil Afidah
Di suatu desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, terdapat sebuah pondok kecil yang berdiri kokoh di antara deretan pohon kelapa. Pondok itu milik seorang kiai yang bijaksana, dan tempatnya menjadi sarang bagi para santri yang ingin mendalami ilmu agama dan membentuk akhlak yang mulia.
Di sana, hidup seorang pemuda bernama Idam . Sejak kecil, Idam sudah mendengar banyak cerita tentang betapa mulianya kehidupan di pondok, penuh dengan ilmu dan ketulusan. Namun, ketika pertama kali ia menginjakkan kaki di pondok itu, ia terkejut oleh banyaknya aturan yang harus dipatuhi, serta tantangan yang datang tak hanya dari dalam dirinya, tetapi juga dari luar.
Setiap hari dimulai dengan suara adzan yang memanggil semua santri untuk shalat subuh berjama'ah. Idam mengingat dengan jelas betapa sulitnya bagi dirinya untuk bangun pagi di awal kedatangannya. Namun, perlahan-lahan, ia belajar untuk melawan rasa kantuk dan meresapi ketenangan dalam sujud-sujudnya. Ketika mendengarkan doa yang dibaca dengan penuh khusyuk, idam merasa seolah-olah dunia ini hanya miliknya dan Tuhan. Waktu di pondok berjalan begitu cepat, dan setiap detik selalu diisi dengan hal-hal yang membawa kedamaian.
Selain shalat berjamaah, rutinitas di pondok juga diwarnai dengan kegiatan mengaji Al-Qur’an dan mempelajari kitab-kitab kuno yang diajarkan oleh para guru. idam, meskipun awalnya merasa asing dengan istilah-istilah yang digunakan, segera jatuh cinta dengan proses belajar yang mengharuskan ketekunan dan kesabaran. Pada suatu sore, setelah lama tidak mengerti tafsir sebuah ayat, idam akhirnya bisa memahami makna mendalam yang tersirat di dalamnya. Itulah pertama kalinya ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa, karena tahu bahwa ia telah memperoleh ilmu yang akan menuntunnya di jalan yang benar.
Namun, kehidupan di pondok bukan hanya tentang belajar dan beribadah. Ada banyak ujian kecil yang datang, seperti saat Idam harus berbagi tempat tidur dengan teman santri lainnya, atau saat ia harus mengatur waktunya antara belajar dan membantu pekerjaan rumah pondok. Kadang-kadang, rasa rindu terhadap keluarga datang begitu mendalam, dan Idam merasakan betapa sulitnya jauh dari rumah. Namun, ia belajar untuk menguatkan hatinya dengan berdoa dan bersyukur atas segala nikmat yang ada.
Pada suatu malam, setelah acara tadarus, Idam duduk di bawah pohon beringin bersama teman-temannya. Mereka berbincang tentang impian dan harapan, tentang perjalanan hidup yang belum diketahui ujungnya. Idam menyadari, di pondok ini, bukan hanya ilmu yang diperoleh, tapi juga persaudaraan yang tulus dan rasa saling menguatkan. Meski di tengah keterbatasan, mereka selalu merasa cukup, karena kebersamaan adalah kekayaan yang tak ternilai harganya.
Beberapa tahun berlalu, Idam tumbuh menjadi pribadi yang matang, baik dalam ilmu agama maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ia tidak hanya menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi juga belajar untuk mengamalkannya dalam setiap langkah hidupnya. Di pondok ini, ia belajar bahwa hidup bukan hanya soal apa yang kita capai, tetapi juga bagaimana kita menjalani setiap proses dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.
Di pagi yang cerah, saat Idam hendak
meninggalkan pondok untuk melanjutkan perjalanan hidupnya, ia menoleh ke
belakang, melihat bangunan pondok yang sudah menjadi bagian dari dirinya. Ia
tahu, meskipun jasadnya akan pergi, namun jiwa dan pemahamannya tentang
kehidupan yang penuh makna akan terus dibawa dalam setiap langkah yang ia
ambil.
Amanat: Kehidupan di pondok mengajarkan
kita bahwa setiap proses memerlukan waktu dan usaha yang tidak
mudah. Terkadang, kita harus merasa Lelah dn ingin menyerah, tetapi ketekunan dan
kesabaran akan membuahkan hasil yang tak ternilai.sebagai manusia, kita harus
belajar untuk menerima setiap ujian
hidup dengan hati yang lapang,dan menjalani setiap langkah dengan ikhlas. Ilmu
yang kita peroleh bukan hanya untuk diri kita sendiri,tetapi juga untuk memberi
manfaat kepada orang lain. Jangan pernah perhenti belajar dan berkembang, karena
hubungan ini adalah perjalanan panjang menuju kesempurnaan diri.
Semarang. 18 Maret 2025