Selasa, 23 Maret 2021

KATABA : Perahu Generasi Milenial menuju Generasi Kompetitif di Era Revolusi Industri 4.0

 KATABA : Perahu Generasi Milenial menuju Generasi Kompetitif di Era Revolusi Industri 4.0

Oleh : Firdan Fadlan Sidik


(gambar ilustrasi berasal dari:google)


Kekayaan bumi pertiwi merupakan suatu fakta sejarah yang menjadi daya tarik negara lain untuk bisa turut merasakan kekayaanya, baik bersifat kerjasama melalui perjanjian diplomasi, atau mengeksploitasi kekayaan melalui penjajahan. Namun  fasilitas sumber daya alam yang dianugerahkan Tuhan belum mampu menyejahterakan masyarakatnya secara menyeluruh. Pasalnya, problematika kehidupan yang begitu kompleks telah menggerogoti penduduknya sehingga sulit berkembang. Keberadaan masyarakat yang tidak literat atau tidak melek huruf turut andil memberi pengaruh terhadap proses pemecahan problematika yang ada. Rendahnya tingkat melek huruf akan mempengaruhi rendahnya kualitas sumber daya manusia. 

Perkembangan arus globalisasi menjadi tantangan baru di era milenial yang ditandai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang canggih serta mengglobal. Keadaan ini menuntut masyarakat untuk menjadi kritis, proaktif, dan cerdas dalam menyerap arus informasi. Dalam hal ini, gerakan literasi memegang peranan penting untuk mengentaskan bahaya lingkaran hoaks, hujatan kebencian, dan kebohongan lainnya yang merongrong masyarakat berliterasi rendah sebagai objek empuk sasaran arus informasi hoaks. 


Literasi merupakan pangkal pendidikan yang didefinisikan oleh National Institute for Literacy sebagai kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Tahun 2015 World Economic Forum menyepakati bahwa terdapat enam literasi dasar yang sangat penting untuk meningkatkan kecakapan hidup pada abad 21, yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan. 


Faktanya kondisi literasi masyarakat dalam keadaan mengenaskan. Berbagai data hasil survei mengenai literasi menunjukan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Perpustakaan Nasional dalam data penelitian pada tahun 2017 mengungkapkan bahwa rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali per minggu dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30-59 menit, serta jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku. Kemudian menurut Badan Pusat Statistik (BPS), angka buta aksara masyarakat Indonesia mencapai 2,07% atau 3.416.693 juta jiwa. 

Budaya membaca merupakan gerakan positif untuk meningkatkan literasi masyarakat. Melalui kegiatan membaca, masyarakat akan mendapatkan informasi dan wawasan tentang suatu hal yang dapat menambah pembendaharaan ilmunya. Lebih lanjut lagi, membaca akan mengantarkan para cendekiawan untuk membuka cakrawala dunia mengenai suatu hal yang patut untuk diteliti dan menjadi sumber potensi untuk dikembangkan. Tanpa pembiasaan, budaya membaca tidak akan terealisasi.


Literasi dan Tantangan Era Revolusi Industri 4.0

Revolusi Industri 4.0 adalah era baru yang muncul dari proses globalisasi The Fourth Industrial Revolution menyatakan bahwa dunia telah mengalami empat tahapan revolusi. Pertama, Revolusi Industri 1.0 yang terjadi pada abad ke-18 melalui penemuan mesin uap sehingga memungkinkan barang bisa diproduksi secara massal. Kedua, Revolusi Industri 2.0  yang terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang membuat biaya produksi menjadi murah. Ketiga, Revolusi Industri 3.0 terjadi sekitar tahun 1970-an melalui penggunaan komputerisasi. Keempat, Revolusi Industri 4.0 terjadi pada sekitar tahun 2010-an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.

Revolusi Industri 4.0 telah merubah cara berpikir dan pola hidup manusia dalam berhubungan satu sama lain. Aktivitas manusia di berbagai bidang kehidupan terdisrupsi oleh era ini. Tidak hanya dalam bidang teknologi, namun juga sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Revolusi Industri 4.0 menawarkan kelebihan dan kemudahan dalam sektor transportasi. Misalnya taksi, ojek, dan jual beli online. Namun di balik kemudahan yang ditawarkan, Revolusi Industri 4.0 menyimpan berbagai dampak negatif, di antaranya adalah ancaman pengangguran akibat otomatisasi, kerusakan alam akibat ekspoitasi industri, serta maraknya hoaks akibat mudahnya arus penyebaran informasi. Oleh karena itu, selain menyiapkan kemajuan teknologi, kunci menghadapi Revolusi Industri 4.0 mengembankgan sumber daya manusia dari sisi humaniora agar dampak negatif dari perkembangan teknologi dapat ditekan.

Era revolusi industri menantang generasi milenial untuk mengerahkan kreativitasnya di panggung kompetisi digital. Generasi milenial membutuhkan amunisi berupa wawasan keilmuan yang luas untuk menjadi sumber inspirasi dalam berkarya. Terlebih dalam menghadapi bonus demografi yang menjadikan panggung digital sebagai ajang pertarungan kompetisi ekonomi dunia. Jika tingkat literasinya rendah, maka generasi milenial kesulitan untuk meraba potensi yang dimilikinya dan kesullitan berinovasi untuk mengembangkan potensi yang ada. 


KATABA, Segudang Ide untuk Indonesia dan Dunia 

KATABA adalah komunitas pengiat literasi di Kota Salatiga, Jawa Tengah yang lahir pada 16 Maret 2017 atas inisiatif seorang mahasiswa program kelas khusus Internasional (KKI), Institut Agama Islam Negri (IAIN) Salatiga. Pengalaman dan prestasinya di dunia literasi sangat membludak, mulai dari prestasi lokal hingga internasional. Setelah sekian kali mengikuti berbagai event literasi, akhirnya ia merasa tergugah untuk menciptakan sebuah wadah untuk menaungi kompetensi orang lain. Gagasan komunitas ini lahir tepatnya setelah ia mengikuti event bernama Pelatihan Jurnalistik Santri Nusantara di Jakarta pada tahun 2017. Ia merasa terpanggil untuk menyalurkan bakatnya dengan cara memberi jalan terang bagi mereka yang ingin menemukan potensi diri. 

Dari segi makna kata, KATABA berasal dari bahasa Arab yang artinya menulis. Adapun makna tafsiriyah sesuai yang dicita-citakan founder adalah wahana diskusi, sharing, dan pelatihan menulis yang dikemas dalam kegiatan pembelajaran dengan metode non-formal learning dan dengan prinsip every member is teacher. Kehadiran komunitas ini sejalur dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. KATABA secara jelas memberikan pembinaan berupa pendidikan dan pengajaran terhadap mereka yang intens di bidang kepenulisan dan literasi. Selain itu, KATABA juga turut serta mengembangkan dunia inovasi lewat penelitian-penelitian yang dilakukan oleh anggota. Di bidang pengabdian kepada masyarakat, KATABA mengabdikan dirinya sebagai lembaga non-profit yang membantu mengembangkan potensi dan nama baik kampus serta memberikan pelatihan untuk masyarakat sekitar. Hal ini seirama dengan motto KATABA, yaitu Let’s Write, Let’s Create. Menggali hobi, menambang prestasi. 

KATABA lebih mengarah kepada bidang penelitian dan pengembangan. Hal ini  ditandai dengan program-program rutiannya, di antaranya adalah program One Month One Creation, satu bulan satu karya. Setiap anggota dituntut untuk membuat karya minimal dalam jangka satu bulan untuk satu karya. Adapun karya yang dihasilkan sangat variatif, baik fiksi maupun non-fiksi, seperti cerpen, puisi, esai, karya tulis, dan jurnal penelitian. Hingga saat ini, banyak karya anggota KATABA yang sudah dipublikasikan oleh media lokal, nasional, bahkan internasional dan menjuarai kompetisi-kompetisi kepenulisan nasional.

Selain projek besar, KATABA juga mempunyai program rutinan harian, mingguan, dan bulanan. Program rutin hariannya adalah menambah koleksi tulisan pada majalah dinding (Mading) dan program One Day Fifteen Minutes Reading (ODFMR), yaitu membaca buku berjamaah selama 15 menit sebelum kegiatan mingguan dimulai. Program rutin mingguannya berupa pelatihan kepenulisan pada setiap Sabtu pagi. Kegiatannys diisi dengan sharing-sharing anggota KATABA yang sudah memenangkan kompetisi atau kegiatan serupa. Kemudian dilanjut dengan materi sederhana terkait kepenulisan yang disampaikan oleh founder. Setiap bulannya, KATABA memproduksi sebuah majalah untuk dikonsumsi warga masyarakat kampus dan sekitarnya baik cetak maupun media online. 

Sabar Prihatin, founder KATABA adalah seorang mahasisiwa bidikmisi inspiratif di kampus IAIN Salatiga dengan segudang prestasi yang telah ditorehkannya dan berhasil menghalau rintangan keterbatasan ekonomi yang menghalanginya. Ia juga berhasil menjawab kepada dunia bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk mewujudkan cita-cita. Karena prestasinya, kisah pribadinya mendapat juara dua kisah inspiratif nasional. Namun hal itu (prestasi) dirasakannya belum sempurna jika belum ditularkan kepada orang lain untuk memberdayakan orang di sekitarnya. 

KATABA lahir di sebuah asrama mahasiswa IAIN Salatiga bernama Ma’had Al-Jami’ah, satu-satunya asrama mahasiswa yang berada di bawah naungan kampus IAIN Salatiga. Ma’had ini terbagi menjadi dua lokal, yaitu ma’had putra dan ma’had putri. Komunitasnya pun tercabang menjadi dua, yaitu KATABA untuk ma’had putra yang berjumlah 50 anggota, dan KATABAT untuk ma’had putri yang berjumlah 66 anggota. Namun esensi, materi, dan kepengurusannya tetap terpusat. 

Keberadaan komunitas ini berdampak baik pada anggota dalam berbagai hal. Salah satu hal yang mencolok adalah banyaknya anggota yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kepenulisan nasional, lomba-lomba, konferensi internasional, ataupun presenter dalam seminar. Adapun output aplikatifnya adalah anggota semakin gemar membaca. Semakin banyak bacaan yang dikonsumsi, semakin produktif pula tulisan yang mereka hasilkan. Komunitas ini akan mengantarkan generasi milenial menuju generasi yang kritis dan progresif serta kompetitif di era revolusi industri 4.0 melalui karya-karyanya yang mengguncangkan dunia. 

Aku berharap di setiap pelosok Indonesia terdapat orang-orang ikhlas mengabdi untuk negeri dan mendirikan komunitas produktif seperti KATABA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar