Membungkus Rasa Dengan Sastra
Oleh: Ratna Safitri
Seperti halnya yang telah dikatakan Terry Eagleton bahwa sastra adalah karya tulis yang identik dengan keindahan yang mencatatkan sesuatu dalam bentuk bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangpendekkan, dan diputarbalikkan, dijadikan ganjil atau cara penggubahan estetis lainnya melalui alat bahasa. Sastra mampu membuat sesuatu hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Dalam hal pembungkusan rasa, sastra mampu membawakan rasa tersebut menjadi hal yang sangat unik.
Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam Bahasa di setiap daerahnya, yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Ragam Bahasa yang ada di Indonesia mampu menciptakan warna Bahasa dalam sastra Indonesia. Sehingga dapat memberikan ruang yang luas bagi pemantik sastra dalam mengekspresikan, menyampaikan dan menggambarkan perasaannya serta pesan yang ingin disampaikan dari dalam dirinya kepada khalayak ramai dengan cara yang indah dan menarik.
Bagi seorang pujangga rasa merupakan hal yang paling penting dalam hidupnya. Ia bisa menghabiskan waktunya untuk memikirkan hal berhubungan perasaannya. Tentu hal ini akan dialami sertiap manusia, terutama pada usia remaja. Karena pada saat itu ia sedang mengalami masa puber dan mulai ada rasa tertarik pada lawan jenisnya. Nah, di sini sastra memiliki cara yang keren dan berkelas dalam membungkus rasa.
Sastra mampu membungus rasa dengan cara yang lebih romantis. Pemantik sastra buasanya memiliki Gudang Bahasa yang mampu meluluhkan hati kekasihnya, beda dengan orang pada umumnya yang Ketika menembak pacar mereka harus searching di internet terlebih dahulu, ah basi. Kata “Aku mencintaimu” akan kalah dengan “setiap hembusan nafasku selalu ada namamu”, dan masih banyak lagi.
Sastra menuntut seseorang agar lebih kreatif dan inovatif dalam menghadapi rasa dan mengungkapkan perasaan. Ia lebih pandai dalam mengolah hati, memahami bagaimana cinta yang sesungguhnya dan mengukur kesungguhan cinta tersebut. Sastra juga bisa meminimalisir adanya patah hati, karena dalam rumus pujangga hanya ada yang namanya mencintai.
Cinta itu tidak pernah salah, kadang yang salah itu hanya cara mengolahnya dan cara menanggapinya. Maka dari itu juga tidak jarang orang-orang itu update status kataya lagi patah hati. Nah pada posisi seperti ini pun, ahli sastra masih bisa memanfaatkan keadaan untuk terus berarya, puisi misalnya. Sastra lihai sekali dalam membungkus rasa dengan cara yang unik dan tetap mengutamakan keindahan.
Dengan demikian, marilah kita ikut serta dalam melestarikan budaya sastra Indonesia, salah satunya dengan memanfaatkan karya sastra untuk mengolah rasa seperti halnya yang sudah dijelaskan diatas. Selamat berkarya dan hidup membudaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar