“Generasi Muda: Garda Terdepan dalam Upaya Meningkatkan Kembali Kesadaran Berkonstitusi Masyarakat”
Oleh: Rizqi Ali Sa’bani
Negara Indonesia adalah negara hukum. Banyak konsep negara hukum yang dijelaskan oleh para ahli, salah satunya Julius Stahl. Menurutnya negara bisa dikatakan sebagai negara hukum ketika beberapa unsur berikut terpenuhi. Pertama, diakuinya hak-hak asasi warga negara. Kedua, adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan negara untuk menjamin hak-hak asasi manusia, yang biasa dikenal sebagai Trias Politika. Ketiga, pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur). Keempat, adanya peradilan administrasi dalam perselisihan.
Sebagai negara yang menganut konsep negara hukum, Indonesia harus melakukan pengakuan empirik dan normatif terhadap supremasi hukum. Pengakuan empirik diwujudkan dengan hukum harus menjadi landasan berperilaku, baik untuk penguasa maupun rakyat biasa. Sedangkan pengakuan normatif terwujud dalam pembuatan peraturan yang secara hierarkis berpuncak pada konstitusi.
Namun dalam pelaksanaannya, konsep negara hukum yang dicita-citakan dapat mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan lain sebagainya, ternyata tidak dapat berjalan mulus. Reformasi total yang digaungkan oleh Bung Karno, seiring berjalannya waktu semakin melemah dan lenyap. Hal ini dibuktikan dengan beberapa pelanggaran konstitusional yang dilakukan oleh penguasa. Salah satunya yaitu; masifnya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia. Selain itu, penyelenggaraan pemerintahan yang tidak informatif, kurang responsif dan tidak transparan, semakin memperkecil peluang tercapainya cita-cita negara Indonesia.
Di tahun 2030, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Dimana jumlah penduduk dengan usia produktif (15-64) tahun lebih banyak daripada penduduk dengan usia non produktif. Bonus demografi merupakan momentum bagi Indonesia untuk menuju cita-cita Indonesia emas 2045 yang selalu digaungkan Presiden Joko Widodo. Namun, jika permasalahan-permasalahan di atas masih merajalela, maka dapat dipastikan bonus demografi hanya akan menjadi bencana bagi Indonesia.
Melihat realita di atas, kesadaran berkonstitusi warga negara merupakan hal yang sangat darurat. UUD 1945 baru dapat dilaksanakan secara baik dan benar apabila masyarakat memahami hak-hak mereka yang diatur di dalam konstitusi, sehingga akan terjadi check and balance antara pemerintah dan masyarakat. Disinilah diperlukan peran dari pemuda sebagai generasi muda untuk meningkatkan kesadaran berkonstitusi masyarakat untuk mencapai tatanan negara hukum yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa.
Konstitusi, UUD 1945 dan Kesadaran Berkonstitusi
Secara etimlogi, konstitusi memiliki sebutan yang bermacam-macam sesuai dengan bahasa negara masing-masing. Dalam bahasa belanda, istilah konstitusi berasal dari dua kata. Yaitu grond yang artinya dasar dan wet yang berarti undang-undang. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, konstitusi merupakan segala aturan yang berhubungan dengan ketatanegaraan (Undang-undang dasar dan lain sebagainya).
Istilah konstitusi memiliki dua arti jika kita lihat dari sudut pandang ketatanegaraan. Pertama, konstitusi secara sempit diartikan sebagai undang-undang dasar. Kedua, secara luas konstitusi bukan hanya undang-undang dasar, namun konstitusi berupa peraturan yang tertulis(undang-undang dasar) maupun tidak tertulis yang ada di dalam suatu negara.
Konstitusi yang merupakan hukum dasar suatu negara, haruslah merepresentatifkan kehendak rakyatnya. Indonesia sendiri memiliki konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Dimana, UUD 1945 merupakan aturan hukum tertinggi di negara ini. Hal ini diperkuat dengan pasal 7 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dengan keberadaannya yang dilegitimasi, UUD 1945 dinilai sebagai titik temu (kesepakatan bersama) seluruh rakyat Indonesia yang berdaulat. Dalam kata lain, UUD 1945 merupakan aturan tertinggi untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara bagi rakyat Indonesia.
Dilain hal, UUD 1945 juga memuat tujuan nasional yang terletak dalam pembukaan. Hal ini memunculkan sebuah pertanyaan. Mengapa tujuan nasional terletak di pembukaan?. Jawabannya sederharna, agar antara tujuan nasional dengan peraturan-peraturan yang ada di dalamnya memiliki kesinambungan. Selain berupa peraturan yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia juga memuat tentang hak dan kewajiban dari setiap warga negara. Aturan ini terletak dalam pasal 28 sampai dengan 32 UUD 1945. Oleh karena itu, konstitusi harus tetap dikawal agar benar-benar terlaksana.
Dalam melakukan upaya tersebut, diperlukan warga negara yang mempunyai kesadaran berkonstitusi. Secara konseptual, kesadaran berkonstitusi merupakan salah satu bentuk pemahaman warga negara atas begitu pentingnya mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi.
Urgensi Kesadaran Berkonstitusi
Kesadaran berkonstitusi masyarakat Indonesia dapat dikatakan rendah. Dapat kita lihat sendiri menggunakan media massa. Banyak sekali tindakan yang melanggar hukum baik individual maupun kelembagaan. Salah satunya korupsi dana bantuan sosial oleh salah satu menteri. di masa krisis ini, bansos yang seharusnya dibagikan terhadap masyarakat yang terdampak pandemi malah disalahgunakan untuk kepentingannya sendiri. Hal itu menunjukkan begitu mirisnya kesadaran berkonstitusi pejabat negara.
Permasalahan di atas hanyalah satu dari banyaknya masalah kesadaran berkonstitusi di negara ini. Oleh karena itu, kesadaran berkonstitusi sangat diperlukan oleh semua elemen masyarakat. Untuk membumikan kesadaran berkonstitusi dalam masyarakat, diperlukan pemahaman mengenai nilai-nilai konstitusi pada kehidupan masyarakat. Selain itu, masyarakat juga diharuskan untuk paham mengenai muatan-muatan yang ada dalam konstitusi.
Kesadaran berkonstitusi warga negara memiliki beberapa tingkatan. Menurut N.Y Bull dalam Kosasih Djahiri, ada empat tingkatan kesadaran berkonstitusi warga negara. Pertama, kesadaran atau kepatuhan terhadap konstitusi negara yang tidak jelas baik dasar maupun tujuannya (anomus). Kedua, kesadaran atau kepatuhan terhadap konstitusi negara berdasarkan dasar yang berganti-ganti (heteronomous). Ketiga, kesadaran atau kepatuhan terhadap konstitusi negara yang berdasarkan kiprahnya terhadap khayalak umum (sosionomous). Terakhir, kesadaran terhadap konstitusi negara yang berasal dari diri sendiri (autonomus). Dari keempat tingkatan yang dijelaskan oleh N.Y Bull, tingkatan yang keempat merupakan tingkatan yang paling ideal untuk mencapai tatanan masyarakat yang memiliki kesadaran berkonstitusi.
Peran Generasi Muda Menumbuhkan Kesadaran Berkonstitusi
Generasi muda merupakan tingkatan paling bawah di dalam tatanan masyarakat yang diambil dari sudut pandang umur. Bicara tentang generasi muda maka kita akan membahas masa depan suatu bangsa. Penulis tiba-tiba ingat perkataan Bung Karno “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya dan beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang seluruh dunia”. itulah perkataan Bung Karno untuk generasi muda, sebuah istilah yang mengandung banyak makna.
Ia menyadari, bahwa generasi muda merupakan kader yang kuat untuk membangun suatu bangsa. Tongkat estafet kepemimpinan negeri ini suatu saat akan dipegang oleh generasi muda. Oleh karenanya, pemuda sekarang tidak boleh bersantai sambil rebahan secara terus menerus. Salah satu PR yang sedang dihadapi oleh pemuda saat ini adalah minimnya tingkat kesadaran berkonstitusi di kalangan masyarakat dan pejabat negara. lalu bagaimana pemuda menghadapi permasalahan yang begitu rumit dan sudah mengakar ini?.
Pemuda memiliki sebutan lain, yaitu Agent of Change. Generasi perubahan disini didasarkan pada kelebihan yang dimiliki oleh pemuda. Sebagai contoh, generasi muda identik dengan idealismenya yang sangat kuat. Tan Malaka juga pernah menyinggung tentang hal ini. Beliau mengatakan “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda”.
Dengan keidealismean yang dimiliki oleh pemuda tentu dapat dimanfaatkan untuk membumikan kembali kesadaran berkonstitusi masyarakat. Bagaimana caranya? Pemuda harus turun ke dalam masyarakat untuk mengkampanyekan pentingnya kesadaran berkonstitusi. Semangat yang tinggi yang dimiliki pemuda tentu akan sangat membantu. Selain itu, pengetahuan yang dimiliki oleh generasi muda juga akan melengkapi keidealismeannya untuk mencapai tatanan masyarakat yang sadar akan nilai-nilai konstitusi. Sehingga akan tercipta sebuah keseimbangan antara pemangku kebijakan dan masyarakat yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
A, Riyanto. 2000, Teori Konstitusi. Bandung: Yapemdo
Djahiri, A. Kosasih. 1985. Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Jurusan PMPKN IKIP Bandung
Frederick Julius Stahl, Constitutional Government and Democracy:Theory and Practice in Europe and America, Dalam Miriam Budihardjo.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
Pebriyenni, 2017, Membudayakan Kesadaran Berkonstitusi melalui Pendidikan Kewarganegaraan, urnal PPKn & Hukum Vol. 12 No. 1 April 2017
Siaran Pers Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pada tanggal 22 Mei Tahun 2017
Sukriono, Didik. 2016. Membangun Kesadaran Berkonstitusi terhadap Hak-Hak Konstitusional Warga negara Sebagai Upaya Menegakkan Hukum Konstitusi, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 13 No. 03
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Tidak ada komentar:
Posting Komentar