Minggu, 10 Januari 2021

Perkumpulan Ghibah Internasional

 Perkumpulan Ghibah Internasional 

Oleh: Septiana Nurfadilah 


(Gambar ilustrasi diambil dari: Media Mahasiswa Indonesia )



Siapa sangka orang yang terlihat pendiam, dingin, cuek dan sok tampan itu ternyata sikapnya berbanding terbalik setelah Meta mengenalnya lebih dekat. Iya, dia ramah dan kocak seperti manusia normal lainnya. Fikri Abdul Hasan namanya, dia sekarang adalah teman curhat Meta. Rumahnya tak jauh dari rumah Meta, hanya berjarak 870,2 km saja. 


Ingat sekali waktu pertama kali masuk asrama kampus banyak para perempuan sibuk membicarakan Si Fikri. Meta yang baru saja beradaptasi rasanya sedikit menyesal masuk asrama. Hanya saja jika bukan karena tuntutan beasiswa dan alasan untuk ngirit, karena perlu diketahui Meta Alkena Lea yang akrab dipanggil Meta ini seorang perantau asal Palabuhanratu dan berasal dari keluarga sederhana. 


“Nyesel kalo tau isi orang-orang asrama yang diomongin soal cowok mulu dah.”, ucap Meta saat keluar dari kamar yang hendak mengantri mandi.


Sebenernya tak sepenuhnya salah teman-teman barunya yang begitu memuja-muja laki-laki yang belum dia ketahui penampakannya seperti apa itu. Karena ya mengagumi laki-laki tampan mungkin ditambah dengan prestasinya yang melimpah ruah nampaknya normal untuk perempuan seusia Meta ini. Jadi, sebenarnya apakah Meta ini tidak normal? 


Pagi itu seperti biasa Mahasiswa pada umumnya, ada yang berlari masuk kelas karena telat dari jadwal seharusnya, yang baca buku di halaman depan perpustakaan dan yang tak pernah absen adalah perkumpulan ghibah internasional yang jika sudah ngomong bibir-bibirnya bisa dimonyong-monyongin sampe 5 cm. Untungnya Meta hari ini tak ada jadwal pagi, dia terjebak di kamar mandi karena saluran airnya macet. Kalau tidak sudah mampus tak bisa masuk kelas, sebab jadwal Dosen hari ini bersertifikat killer semua.

 

Tepat pukul 10.00 pagi Meta mulai bergegas pergi ke kampus, jarak asrama dengan kampus tak terlalu jauh, hanya 5 menit saja jika dihitung. Sengaja berangkat lebih awal dia tak ingin ketinggalan kelasnya di kuliah pertama kalinya ini. Baginya kuliah pertama ini jadi langkah awal bisa menaklukan Dosen-dosen yang terkenal killer itu, dan harusnya kita buktikan dengan kesungguhan kita belajar bersama beliau-beliau agar ilmunya berkah dan tak terlalu banyak kualat seperti Meta.


Meta merasa dia kena kualat Guru Sejarah Indonesia semasa SMA. Pasalnya Guru Sejarah masa SMA selalu membuat bosan terlebih lagi untuk Meta yang tak suka dengan menghafal nama-nama orang juga tanggal peristiwa, malah banyak sekali ujian lisan yang hampir tiap dua minggu sekali itu. Otomatis nilainya lebih rendah dari nilai matematika di raport. Akhirnya dari sekian banyak pilihan yang diajukan saat pendaftaran masuk perguruan tinggi yang keterima malah jurusan Sejarah. Mampus!.. 


Jam perkuliahan pertama selesai. Waktunya bergegas menuju kelas selanjutnya, Meta yang tak bisa santai, lagi-lagi karena alasan ini kuliah pertama. Jalan cepat seperti jalannya orang-orang Jerman katanya. Jalan cepat sih jalan cepat, tapi jalan jangan sampai tak diperhatikan ya kawan, atau tidak nanti kau tersandung atau menabrak orang. Ya, seperti Meta yang hampir saja menambrak seseorang yang sebelumnya belum pernah ditemui sebelumnya. Ramah, dengan suguhan bulan sabit yang  menambah terang wajahnya kala itu. 


Tiba-tiba Meta mulai melambatkan langkahnya sambil berfikir, siapa dia? Ah tidak.... setelah sampai di ruang perkuliahan katanya hari pertama perkuliahan ini libur. Dan Meta bergegas pulang saja keasrama. Sesampainya di asrama seperti biasa obrolan yang didengar adalah tentang Fikri is a perfect men. Bosan dan sangat bosan sebenarnya. Tapi lama kelamaan akhirnya Meta mulai penasaran. Emang dia tuh seistimewa apa sih sampe mereka selalu membicarakannya? Stylenya yang kece? atau omongannya yang manis yang menjadi penyebab penyakit diabetes pada perempuan lebih dominan?


Kemudian Meta bertanya kepada teman satu ranjangnya.


” Ti, Wati btw kenapa sih mbak-mbak disini pada ngomongin Si Fikri itu, emang dia seistimewa apa sih, sampe segitunya?, tanya Meta.


“emang kamu gak tau Met? Dia itu kalem, tampan dan jarang bicara. Udah kaya dapet mukjizat deh kalo bisa ngomong sama dia tuh.” Jawab Wati sambil tersenyum-senyum penuh pengharapan.


“ yaelah gitu amat Ti. Yaudah lain kali kalo kita jalan bareng kasih tau aku yang mana orangnya.”, ucap Meta yang ragu dengan perkataan temannya Wati.


“ iya Met, aku yakin kalo kamu liat orangnya pasti kamu bakal jadi pengikut perkumpulan ghibah internasional yang selalu membahas tentang Fikri is a perfect men, hahah”. 


“dih apaan. Enggaklah”, jawab meta sedikit sinis.


“Yakin? Walau Cuma kagum? Wajarlah Met, kalo enggak aku harus mengajakmu ke pelayanan Psikologi jangan-jangan kamu gak normal, haha”, ejek Wati.


Malam ini adalah jadwal pengajian rutin bersama Kyai Mahmud di Masjid Jami’ yang katanya biasa dihadiri oleh Mahasantri yang mukim di asrama. Semua mahasantri memakai seragam yang rapi, putra lengkap dengan sarung dan peci putihnya yang putri mengenakan kerudung putih.  Semuanya duduk di dalam masjid dengan rapi dan khidmat mendengarkan wejangan dari Sang Kyai mengenai adab-adab dalam menuntut ilmu.

 

“hati-hati dalam menjaga adab kalian terhadap para guru, ‘alim ulama keberkahan ilmu kalian ada dalam keridhoan mereka”, sepenggal kalimat yang terngiang di telinga Meta. Meta sontak teringat guru semasa SMA-nya. Dia melamun kebingungan apa yang harus dia lakukan, agaknya Meta menyesal dan semakin yakin dia benar-benar kualat dari Gurunya semasa SMA. 


Di tengah lamunannya dia mendengar Mahasantri putra yang sedang berbincang entah tentang apa. Tapi yang jelas terdengar adalah nama Fikri. 


“ Fik, Fikri. Besok kita main futsal yuk”, ajak teman Fikri entah siapa namanya dia tak tau.


Ah, Meta langsung penasaran mana yang namanya Fikri. Dan akhirnya dia mengintip di sela-sela hijab penghalang antara putra dan putri. Nakal memang, namanya juga orang penasaran. Hati-hati adegan ini jangan ditiru kawan. 


“iya, Bro nanti kita gaskeun”, jawab Fikri.


Kebetulan saat Meta mengintip saat itu pula Fikri menjawab pertanyaan ajakan temannya itu. Usai sudah rasa penasaran Meta selama ini. Dan kau tau kawan, seperti apa penampakan Fikri yang dipuja-puja perempuan dalam Perkumpulan Ghibah Internasional? Pendek, , rambut kriting, gigi maju 3 sentimeter dan hitam.  Sudah kawan bayangkan? Ya kira-kira seperti itulah. 


Meta pikir apa yang spesial dari Fikri itu? Bukannya Meta mencela ciptaan Tuhan, hanya saja semakin heran kenapa bisa disebut Fikri is  a perfect men. Kalimat Husnudzon andalannya adalah ya mungkin ini yang dinamakan tampan itu relatif dan sesuai seleranya masing-masing. 


Waktu berlalu begitu cepat, dua  minggu setelah percakapannya bersama Wati, Meta yang sedang berjalan menuju asrama bersama wati tiba-tiba dikejutkan dengan seseorang yang memiliki lengkungan bulan sabit di bibirnya yang indah nan terang itu. Dan yang perlu kalian tau adalah dia kembali suguhkan lengkungan bulan sabit itu di bibirnya pada Meta. Ya, Meta tersipu malu dan langsung menundukan pandangannya sambil melanjutkan langkah kakinya yang kian melambat.


“Met, kau lihat tadi laki-laki yang tersenyum padamu itu siapa?”, Tanya Wati


“gak, tapi aku pernah bertemu dia di kampus dua minggu yang lalu, memangnya siapa dia?”, tanya Meta penasaran.


“ Fikri, itu dia yang namanya Fikri Abdul Hasan”, jawab Wati meyakinkan.


Benar saja apa yang dikatakan Wati dua minggu lalu. Pantas saja perempuan perkumpulan ghibah internasional itu tak bosan-bosannya membiarakan Fikri is a perfect men. Ternyata Fikri adalah pemilik lengkungan bulan sabit yang indah itu dan bukan Fikri yang diintip saat pengajian dua minggu yang lalu. 


“hah? Yang benar saja Ti. Terus yang malam di pengajian itu siapa?”, meta menanyakan dengan menjelaskan beberapa ciri-ciri Fikri yang dia intip malam itu.


“yaelah, kayanya kamu salah orang Met. Mungkin, asal kamu tau Fikri yang kamu intip itu bukan Fikri Abdul Hasan tapi Fikri Imadudin.”, jawab Wati sambil senyum-senyum sinis karena gak rela Fikri pujaannya disamakan dengan yang lain.


Dan Meta makin melamun. Ternyata Fikri adalah pemilik lengkunan Bulan sabit yang menenangkan orang yang melihatnya.  Jika saja iman Meta tak kuat dia akan terjerumus dan bergabung ke dalam perkumpulan ghibah internasional yang selalu hadir dimanapun dan kapanpun mereka singgah. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar