Salatiga: Jenis Kota Perempuan
Ali Hamidi
sumber gambar: google
/1/
Tiba-tiba perempuan manis itu menjenguk tangis di matanya
Bertanyalah dia kepada hari:
“Bagaimanakah cara menyeberang jalan, menuju Tuhan?”
Di bawah gerimis lima dasar Pancasila duduk di sela dedaunan
/2/
Mengamati di serambi rumah ibadah: anak-anak lekas usai mengaji
Kemudian mengajak kelimanya bercerita
Hari ini mereka merangkai rintik-rintik pelangi
Memilih hari Minggu: untuk sekedar memetik keberagaman
/3/
Bulan dan bintang, salib dan semua semiotik adalah hamba Tuhan
Para pemuka hamba Tuhan itu menengok kiri-kanan
Hendak menyeberangkan manusia menuju muara perjalanan
Menghampiri Tuhan yang mengawasi di ujung jalan
Pun juga melebur dalam tiap senyuman, Tuan-Puan
/4/
“Persatuan perasaan adalah keadilan yang beradab” bantah perempuan manis
Anak-anak itu tertawa, memegangi sarung mereka erat-erat
Di negara ini sarung ibarat keyakinan, tidak dibuka sembarangan
Biarkan pengamat sarung menikmati indah dan manfaat saja
“Cinta mengenalkan kita pada yang tak tertulis” jawab anak-anak itu
/5/
Manusia-manusia itu menangkal kesusahan:
Dengan senyuman
Toleransi menjelma udara yang sejuk merayu pagi
Menjadikannya embun yang membasuh ubun-ubun
Rimbun padi-padi
/6/
Dan Salatiga membelah kerinduan
Bukan belaka dirayu oleh Merbabu
Melainkan wajahmu menjelma kota, gunung, rawa dan segala kecantikan Salatiga
Bagiku Salatiga adalah jenis kota permpuan, dia cantik
Sebagaimana perempuan: ia sanggup menampung segala kepercayaan dan perasaan
Salatiga, 22 Juni 2021
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHadir Tuanku Abdul Hamidi. 🖐🖐🖐
BalasHapusSalatiga bagiku bukan hanya, sekedar sebuah kota. Tetapi lebih dari itu, yang mempertemukanku pada Dia dan dia... Yang menemaniku ke Ambarawa. Ketika...hujan... Wkwk